Kementerian Perdagangan akhirnya membatalkan wacana larangan peredaran minyak goreng curah di pasaran yang sedianya berlaku 1 Januari 2020. Menurut Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, pemerintah masih memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk tetap menggunakan minyak goreng curah.
Kendati begitu, Kementerian Perdagangan meminta pelaku industri untuk segera mengisi pasar dengan menjual minyak goreng kemasan sederhana dan mematuhi harga eceran tertinggi (HET) Rp11.000 per liter.
Enggar berdalih rencana awal melarang peredaran minyak goreng curah demi melindungi konsumen. Namun ia juga tidak ingin aturan tersebut justru mematikan usaha kecil dan menengah yang biasa menggunakan produk minyak goreng curah.
"Konsumen dan umat harus terlindungi. Dan harus tersedia produk yang dipastikan higienitasnya dan halal," ujar Enggar.
Enggar juga menjamin tidak akan ada upaya penindakan berupa penarikan produk minyak goreng curah dari pasaran.
"Tidak ditarik. Jadi, per 1 Januari 2020 harus ada minyak goreng kemasan di setiap warung juga sampai pelosok-pelosok desa," katanya.
Minyak goreng curah merupakan produk turunan minyak sawit mentah (crude palm oil) dan telah melewati proses pengilangan, pemutihan dan penghilangan bau di pabrikan. Kementerian Perdagangan khawatir kualitas minyak goreng curah yang beredar selama ini tidak memenuhi standar kesehatan yang layak.
Minyak tersebut kerap didistribusikan dengan menggunakan mobil tangki melalui drum di pasar dan dijual dengan wadah terbuka sehingga rentan terkontaminasi. Bukan hanya itu saja, minyak curah juga rentan dioplos dengan minyak jelantah.
Namun kebijakan larangan Kementerian Perdagangan ini memercik kontroversi. Pasalnya, masih banyak masyarakat yang menggunakan minyak goreng curah untuk kebutuhan pangan.
Enggar memaparkan, total produksi minyak goreng nasional sekitar 14 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, alokasi untuk pemenuhan kebutuhan di dalam negeri sekitar 5,1 juta ton dan sisanya untuk kebutuhan pasar luar negeri.
"Dari kebutuhan dalam negeri hampir 50 persen masih dikonsumsi dalam bentuk minyak goreng curah yang belum terjamin kebersihannya, baik dari sisi produksi maupun sisi distribusi," ujarnya.
Sementara itu Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, mengakui pelarangan memang dilakukan dengan tujuan bagus karena ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat. Hanya saja, lanjut dia, kalau dilakukan dalam kondisi seperti sekarang ini, kebijakan pelarangan peredaran minyak goreng curah bisa merugikan pengusaha kecil.
Kebijakan wajib kemas minyak goreng merupakan bagian dari program strategis pemerintah yaitu program peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Kebijakan ini untuk mendorong masyarakat agar mengonsumsi minyak goreng kemasan yang lebih terjamin mutu dan keamanannya.
Wacana untuk mewajibkan minyak goreng berkemasan semestinya teralisasi pada 1 April 2017 lalu. Namun, implementasi kebijakan ditunda karena produsen minyak goreng belum siap untuk memperluas unit pengemasan dan menumbuhkan industri pengemasan di daerah.