Idul Fitri merupakan hari raya yang selalu dinantikan oleh umat Islam diseluruh penjuru dunia. Di hari kemenangan tersebut, sebelum melalakukan silaturahmi ke rumah sanak saudara, kita semua akan melaksanakan shalat Idul Fitri berjamaah. Namun, mengingat adanya wabah virus Corona yang belum juga usai, membuat Pemerintah mengeluarkan imbauan untuk melaksanakan ibadah shalat Idul Fitri di rumah. Lantas, bagaimanakah hukum dan tata cara ibadah shalat Ied di rumah?
Indul Fitri sejatinya merupakan hari kemenangan yang dinantikan setelah umat Islam berpuasa selama satu bulan penuh. Dinamakan hari kemenangan, sebab umat Islam telah berhasil menahan hawa nafsu dan mendirikan kebaikan dalam waktu 30 hari.
Melaksanakan shalat Idul Fitri di rumah sebenarnya diperbolehkan apabila umat Islam tengah berada dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk berjamaah. Meskipun sebenarnya, anjuran yang baik adalah dengan menunaikannya secara berjamaah.
Hukum shalat Idul Fitri sendiri yakni sunnah muakkad dimana salat sunnah yang dianjurkan Rasulullah untuk dilaksanakan. Hukum salat Idul Fitri ini sama halnya dengan hukum shalat Idul Adha dan shalat witir.
Biasanya, shalat Ied yang dikerjakan secara berjamaah dapat dilakukan di tempat-tempat yang dapat menampung jamaah, seperti masjid, lapangan, atau tempat terbuka lainnya. Sama halnya ketika melaksanakan shalat Idul Adha, waktu yang dianjurkan yakni pada pagi hari yang dimulai sejak matahari terbit hingga masuk waktu zuhur.
Namun lain halnya dengan salat Idul Adha yang dianjurkan untuk disegerakan, salat Idul Fitri justru dianjurkan untuk diakhirkan. Hal ini dilakukan guna memberikan waktu yang lebih bagi mereka yang ingin mempersiapkan atau menunaikan zakat fitrah. Tak jauh berbeda dengan shalat sunnah lainnya, shalat Idul Fitri juga dilaksanakan dua rakaat. Namun, yang menajadi pembeda adalah, ketika shalat Ied terdapat khutbah yang dilakukan pada akhir shalat.
“Rasulullah SAW biasa keluar menuju musholla (tanah lapang/lapangan) pada hari raya. Hal pertama yang beliau lakukan adalah sholat lalu berpaling menghadap manusia yang sedang duduk di shaf mereka. Kemudian beliau memberi nasehat, wasiat, dan perintah.” (Hadits Abu Sa’id al-Khudry Ra).
Sama seperti shalat wajib pun sunnah, sebelum melakukan shalat Ied, kita diharuskan unutk membaca niat. Namun, niat shalat Idul Fitri jelas berbeda. Adapun niatnya sebagai berikut.
Niat Shalat Idul Fitri untuk Imam
“Ushalli sunnatan li ‘idil fithri rak ‘ataini imaman lillahi ta’alaa”
Artinya: “Aku niat shalat sunat Idul Fitri dua rakaat menjadi imam karena Allah Ta’ala”
Niat Shalat Idul Fitri untuk Makmum
“Ushalli sunnatan li ‘idil fithri rak ‘ataini makmuuman lillahi ta’ala”
Artinya: “Aku niat shalat sunat Idul Fitri dua rakaat menjadi makmum karena Allah Ta’ala”
Niat Shalat Idul Fitri Sendiri
“Ushalli sunnatan li ‘idil fithri rak ‘ataini lillahi ta’alaa”
Artinya: “Aku niat shalat sunat Idul Fitri dua rakaat karena Allah Ta’ala”
Setelah membaca doa iftitah, disunnahkan takbir lagi hingga tujuh kali pada rakaat pertama. Di sela-sela setiap takbir tersebut dianjurkan untuk membaca,
“Allahu akbar kabira wal hamdulillahi katsira wa subahanallahi bukrataw wa’asila.”
Artinya: “Allah Maha Besar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak , Maha Suci Allah baik waktu pagi dan petang.”
Atau bisa pula dengan membaca, “Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallh wallahu akbar.”
Artinya: “Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, Allah maha besar.”
Setelah selesai membaca surat Al-Fatihah, kemudian dilanjutkan dengan membaca surat-surat Al-Qur’an lainnya. Namun, apabila menjadi makmum, cukup mendengarkan dan menyimak saja surat yang dibacakan oleh imam. Adapun surat pertama yang dianjurkan dibaca adalah surat Al-‘Ala.
Dalam posisi berdiri kembali pada rakaat kedua, lakukan takbir lagi sebanyak lima kali seraya mengangkat tangan dan melafalkan “allâhu akbar” seperti sebelumnya. Jangan lupa di antara setiap takbir itu, membaca bacaan sebagaimana yang talah dijelaskan pada poin kedua.
Kemudian baca Surat al-Fatihah, lalu Surat al-Ghâsyiyah. Berlanjut ke ruku’, sujud, dan seterusnya hingga salam.
Perlu diketahui, hukum takbir tambahan (lima kali pada pada rakaat kedua atau tujuh kali pada rakaat pertama) ini sunnah sehingga apabila terjadi kelupaan mengerjakannya, tidak menggugurkan keabsahan shalat Idul Fitri.
Selepas salam, jamaah tak disarankan buru-buru pulang, melainkan mendengarkan khutbah Idul Fitri terlebih dahulu hingga rampung. Kecuali jika shalat Idul Fitri dilakukan sendiri atau tidak secara berjamaah.
Adapun beberapa sunnah Nabi Muhammad sebelum dan sesudah shalat Idul Fitri adalah sebagai berikut:
1. Mandi sunnah sebelum berangkat shalat. Waktunya bisa sebelum atau sesudah shalat subuh pagi hari di 1 Syawal.
2. Berhias, memakai parfum, serta bersiwak. Ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas.
3. Mengenakan pakaian terbaik. Hadis riwayat Jabir bin Abdillah menyebutkan, Nabi SAW memiliki jubah yang beliau gunakan ketika hari raya dan hari Jumat. Akan tetapi, jangan pula berlebih-lebihan. Misalnya, sutra adalah bahan yang bagus, tetapi kaum pria dilarang memakainya.
4. Makan sebelum berangkat ke tempat shalat. Anjuran makan ini untuk menegaskan kesan bahwa Ramadhan sudah berlalu. Apalagi, 1 Syawal adalah salah satu dari hari-hari yang di dalamnya dilarang berpuasa.
Dari Anas bin Malik, diriwayatkan bahwa Nabi SAW tidak berangkat ke lapangan pada hari raya Idul Fitri sebelum makan beberapa kurma. Rasul SAW pun memakannya dalam hitungan ganjil, yakni tiga, atau lima, atau seterusnya bila ingin tambah.
Tentunya, makanan yang dimaksud tidak mesti kurma, tetapi bisa sajian apa saja yang halalan thayyibah.
5. Mengumandangkan takbir. Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa dia mengeraskan bacaan takbir pada saat Idul Fitri dan Idul Adha ketika dalam perjalanan ke lapangan lokasi shalat. Hal itu dilakukannya sampai imam datang.
Sementara itu, ada anjuran bagi kaum perempuan untuk tidak mengeraskan bacaan takbir. Demikian pula, dalam memakai wewangian, agar tidak berlebih-lebihan. Ketika imam sudah tiba, maka jamaah dapat mengumandangkan takbir dengan arahan dari imam. Hal itu dilakukan hingga dimulainya shalat Id.
6. Saling menyapa dengan salam dan doa. Terutama sesudah shalat Idul Fitri usai, jamaah dapat bersalam-salaman satu sama lain. Hal itu untuk mempererat tali silaturahim di hari yang penuh berkah ini. Al-Qur’an surah an-Nisa ayat 86 telah memberi arahan.
Artinya, “Jika kalian diberi salam dalam bentuk apa pun, maka balaslah dengan salam yang lebih baik atau jawablah dengan yang semisal.”
Salah satu ucapan yang masyhur saat silaturahim di Idul Fitri adalah “Taqabbalallahu minna wa minkum.” Ucapan ini disemarakkan kalangan tabiin dan tabitt tabiin. Jawabannya ialah ucapan yang sama.
Salam-salaman ini tentu tak hanya di lokasi shalat, tetapi dalam perjalanan pulang dan di rumah. Makin banyak kaum Muslimin yang kita silaturahim, maka makin baik. Karena itu, Rasul SAW memberi contoh. Dalam hadis riwayat Jabir bin Abdillah, disebutkan bahwa Nabi SAW ketika melaksanakan shalat Id, beliau memilih jalan yang berbeda (ketika berangkat dan pulang).