Utakatikotak.com ~ Kendati tidak termasuk dalam daftar negara dengan tingkat pelecehan seksual anak tertinggi di dunia, Indonesia mencatat kemunduran dalam hal perlindungan anak. Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat, 2014 silam dari 2.726 kekerasan terhadap bocah, 56% di antaranya berupa pelecehan seksual. Dari jumlah tersebut cuma 179 yang mengadu kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Menurut data Komisi Nasional Perempuan, tahun lalu Indonesia mencatat lebih dari 6000 kasus kekerasan seksual. Sebagian di antaranya terjadi di rumah tangga. Sementara sisanya di komunitas-komunitas sosial.
Anggap saja ancaman hukuman telah diperberat, bahkan dengan hukum kebiri kimia yang justru tak manusiawi. Pelaku ditangkapi dan pelajaran agama di sekolah sudah ditambah berkali lipat dan kita sudah perbanyak doa. Namun apakah semua itu cukup untuk mengatasi persoalan kekerasan seksual? Bisakah semua itu mencegah serangan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, dan memberikan perlindungan maksimal terhadap korban?
Tatkala masyarakat masih terus berkutat dengan apa yang dianggap sebagai aib padahal menjadi korban. Ketika budaya victim blaming atau menyalahkan korban masih mengakar kuat. Dan korban kekerasan seksual sulit sekali mendapatkan perlakuan yang benar, patut dan adil di depan penegak hukum, kita tidak akan pernah bisa keluar dari persoalan ini.
Korban akan memilih bungkam ketimbang harus menghadapi keluarga yang takut aib. Atau warga sekitar yang menyalahkan korban terkait pakaian atau perilaku yang tak sejalan dengan mereka. Dan juga bahkan para penegak hukum yang memperlakukan korban sebagai obyek dan tak mengindahkan prinsip perlindungan.
Yang diperlukan sekarang adalah kesungguhan dari para pemangku kepentingan, terutama pemerintah dan pemuka agama, untuk menantang zona nyaman mereka sendiri. Caranya dengan membongkar konstruksi sosial mengenai model relasi gender, ketubuhan dan seksualitas melalui diskusi terbuka. Atau lewat pendidikan komprehensif mengenai gender, seksualitas dan kesehatan reproduksi. Upaya kecil dari masyarakat untuk membantu dengan bersikap awas dan waspada terhadap potensi kejadian, atau dugaan kekerasan seksual dan melaporkannya mungkin masih bisa dilakukan.