Setiap orang memiliki kemungkinan mengalami diabetes dalam hidupnya. Penyakit yang ditandai dengan gula darah yang terus meninggi itu diakibatkan oleh gangguan metabolisme antara karbohidrat, lemak dan protein.
Seorang pengidap diabetes memiliki kemungkinan alami kebutaan. Hal itu disebabkan oleh diabetic retinopathy yang menyerang retina mata.
Spesialis Mata Referano Agustiawan mengatakan, seseorang yang mengalami diabetic retinopathy harus dilaser atau dioperasi jika sudah parah. Namun, hal itu tidak perlu dilakukan jika terbilang ringan.
"Diabetic retinopathy hanya terjadi karena diabetes. Tidak semua harus dilaser atau disuntik. Kalau yang masih ringan hanya perlu kontrol. Namun, orang diabetes 30 persen kena (diabetic retinopathy)," ujarnya saat diskusi diabetes di Restoran Aroma Sedap, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (13/6).
Meski demikian, seseorang yang sudah dioperasi dan dilaser harus tetap melakukan kontrol seumur hidup. Hal itu untuk mengantisipasi mata mengalami hal serupa berkali-kali.
Diabetic retinopathy akan menyerang retina mata dan membuat ada kebocoran saluran pembuluh darah. Kondisi itu akan mempengaruhi pembuluh darah di tubuh.
"Laser dilakukan di daerah yang sudah dilihat mana yang bocor. Dia akan membakar yang lain dan menyelamatkan retina bagian tengah karena manusia sebagian besar hidupnya melihat dengan bagian yang tengah bukan yang pinggir," ucapnya.
Menurut Referano, seorang yang mengidap diabetes selama 10 tahun sebanyak 10 persen berisiko terkena diabetic retinopathy. Sedangkan, seorang pengidap diabetes selama 20 tahun akan terkena diabetic retinopathy sebesar 90 persen.
Gejala awalnya, Referano mengatakan, penglihatan seseorang akan buram dan melengkung. Gejala lainnya adalah sejumlah rambut seperti terbang dan mata berair.
Referano mengatakan, diabetic retinopathy berbeda dengan penyakit mata katarak. Hal itu karena diabetic retinopathy tidak dapat disembuhkan tetapi hanya bisa dicegah.
"Diabetes kebutaan tidak bisa disembuhkan tapi bisa dicegah. Kondisi mata diabetes harus ditanggulangi karena sebagian besar pengidap berada di usia produktif," tuturnya.
Berdasarkan data yang diperolehnya, Referano mengatakan, Indonesia menduduki posisi ke-tujuh sebagai negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak di dunia.
"Sekarang diabetes seperti fenomena gunung es. Berat badan tidak turun, tidak haus, seringkali bahkan saya menerima. Seorang pasien walaupun ia seorang dokter, terkadang tidak pernah tahu dia diabetes padahal dari matanya ketahuan kalau dia diabetes," tuturnya.