Dalam siklus air laut, air dari permukaan akan turun ke dasar laut secara berkesinambungan. Ini terjadi di daerah lintang tinggi seperti di Antartika dan Arktik. Dari sini kemudian air akan mengalir ke dasar lalu naik lagi ke permukaan.
Masalahnya, masih belum jelas di mana air dari dasar laut ini naik ke permukaan dan kemudian mengikuti lagi siklus alaminya. Nah, baru-baru ini satu tim ilmuwan lintas perguruan tinggi berhasil menemukan jawabannya.
Ilmuwan dari Massachusetts Institute of Technology, Woods Hole Oceanographic Institution, dan Universitas Southampton di Inggris, melakukan penelitian bersama mengenai hal itu.
Air laut di permukaan didinginkan oleh temperatur lingkungan yang beku di lintang tinggi macam di kutub. Air kemudian memadat dan tenggelam ke dasar laut.
Jumlah air yang secara berkesinambungan tenggelam ke dalam laut ini diperkirakan sekitar 107 meter kubik per detik.
Melalui jalur-jalur seperti conveyor belt, air berpindah, sebelum naik lagi. Pertanyaannya di benak para ilmuwan adalah, di mana ia naik ke permukaan?
Dengan metode model numerikal dan observasi, para ilmuwan lintas perguruan tinggi itu menemukan sebuah mekanisme bagaimana air di perairan dalam naik ke permukaan.
Rupanya ada faktor topografi yang bisa memerangkap air di laut dalam supaya tak naik ke permukaan.
Faktor itu adalah gunung di bawah laut, pegunungan, dan tepi benua yang dalam. Faktor-faktor ini kemudian menciptakan turbulensi arus laut. Alhasil, di daerah ini air laut yang berada di dasar kemudian naik lagi ke lapisan atas lautan.
Pengetahuan baru ini akan bermanfaat bagi para ilmuwan untuk mengestimasi berapa lama lautan menyimpan karbon di kawasan terdalamnya, sebelum naik ke permukaan.