Perdebatan tentang lebih penting mana, intelligence quotient (IQ) atau emotional quotient (EQ) terus bergulir sejak puluhan tahun lalu. IQ sendiri merupakan ukuran kecerdasan intelektual seseorang, sedangkan EQ menunjukkan kecerdasan emosional seseorang.
Pada 1996, Daniel Goleman melalui bukunya Emotional Quotient menyarankan bahwa EQ mungkin lebih penting dari IQ. Dia beralasan, beberapa psikolog menganggap bahwa standar dalam pengukuran IQ terlalu sempit dan tidak menunjukkan kecerdasan manusia secara utuh. Sebaliknya, kemampuan memahami dan mengekspresikan emosi dapat memegang peran yang setara, bahkan lebih penting, dalam cara seseorang menjalani hidup.
Jadi, mana yang lebih penting?
IQ pernah dianggap sebagai penentu kesuksesan seseorang. Orang-orang dengan nilai IQ tinggi diasumsikan akan meraih berbagai pencapaian dalam hidup. Namun, para peneliti juga berdebat apakah IQ merupakan produk keturunan atau terbentuk karena pengaruh lingkungan.
Beberapa kritikus mulai menyadari bahwa kecerdasan bukan suatu jaminan untuk kesuksesan seseorang. Mereka juga menyadari bahwa IQ adalah konsep yang terlalu sempit untuk mencakup kemampuan dan kecerdasan manusia yang begitu luas.
Hingga kini IQ memang masih dianggap sebagai salah satu elemen penting dalam mencapai kesuksesan, khususnya dalam hal akademis. Orang-orang yang memiliki IQ tinggi biasanya berprestasi baik di sekolah, sering kali menghasilkan lebih banyak uang dan cenderung lebih sehat.
Tetapi, para ahli juga menyadari bahwa IQ bukan satu-satunya penentu kesuksesan seseorang. Sebaliknya, IQ adalah bagian dari berbagai pengaruh termasuk kecerdasan emosional dan hal lainnya.
Konsep kecerdasan emosional telah memiliki dampak besar dalam berbagai area, termasuk dunia bisnis. Banyak perusahaan sekarang mewajibkan pelatihan kecerdasan emosional dan menggunakan tes EQ sebagai bagian dari proses rekrutmen mereka.
Penelitian menemukan bahwa individu yang dengan potensi kempemimpian kuat juga cenderung lebih cerdas secara emosional. Riset ini menyarankan bahwa EQ adalah kualitas penting yang perlu dimiliki pemimpin atau manajer.
Jika EQ memang penting, dapatkah hal itu diajarkan atau dikuatkan?
Menurut suatu analisis berdasarkan hasil program pembelajaran emosional dan sosial, jawaban pertanyaan tadi adalah ya. Penelitian menunjukkan, sekira 50 persen anak-anak yang mengikuti program tersebut meraih pencapaian yang lebih baik, dan 40 persen lainnya menunjukkan perbaikan nilai rata-rata. Program ini juga dihubungkan dengan berkurangnya tingkat hukuman, peningkatan kehadiran siswa di sekolah dan berkurangnya masalah displin.
Suatu penelitian yang dilakukan Carnegie Institute of Technology menunjukkan bahwa 85 persen kesuksesan finansial seseorang adalah karena kemampuan humanis seperti kepribadian dan kemampuan berkomunikasi, bernegosiasi dan memimpin. Sementara itu, pengetahuan teknis hanya mengambil porsi 15 persen.
Pendapat lain tentang pentingnya EQ datang dari peraih Nobel Daniel Kahneman. Psikolog Amerika-Israel ini menemukan bahwa kebanyakan orang lebih senang berurusan dengan orang yang mereka suka dan percaya ketimbang orang yang tidak mereka sukai, bahkan jika orang yang mereka suka itu menjual barang yang lebih mahal atau lebih jelek kualitasnya.
Secara umum, psikolog juga setuju bahwa di antara penentu kesuksesan, IQ hanya berperan 10 persen dan paling banyak 25 persen. Sisanya tergantung faktor lain, termasuk EQ.