Selain batik, kain ulos kini menjadi salah satu kain tradisional Indonesia yang dilirik banyak orang. Kain yang secara turun-temurun dilestarikan oleh masyarakat Batak ini terkenal dengan tenunannya yang sangat khas dan indah.
Kain ulos merupakan hasil tenun dari tanah Batak yang diwariskan dan memiliki nilai yang dalam. Bagi masyarakat Batak, ulos adalah hal yang menarik, karena perenannya sangat mendominan dalam setiap kegiatan adat dalam masyarakat Batak Toba. Ternyata ulos bukan hanya sekadar kain tenun biasa, loh. Sebab, di baliknya terkandung makna yang mendalam. Penasaran? Berikut kami telah merangkum makna kehidupan dari selembar kain ulos.
Awalnya selembar kain ulos digunakan untuk menghangatkan tubuh, tapi siapa sangka bahwa kain tersebut merupakan lambang kasih sayang dan persatuan. Dengan memberikan ulos, adalah salah satu cara masyarakat Batak mengungkapkan kasih sayang dan melindungi orang terkasih. Sebagaimana pepatah Batak mengatakan, “Ijuk pangihot ni hodong, ulos pangihot ni holong,” yang artinya jika ijuk adalah pengikat pelepah pada batangnya, maka ulos adalah pengikat kasih sayang antara sesama.
Oleh karena itu, ulos yang diberikan pun tidak boleh sembarangan, loh. Ada hal-hal yang perlu diperhatikan, seperti jenis dan kualias, motif, serta warnanya. Ulos juga merupakan wastra nusantara yang merepresentasikan persatuan dalam setiap tahap kehidupan masyarakat Batak karena tidak membeda-bedakan sub-suku Batak.
Meski tampak sama, ternyata kain ulos memiliki jenis dan motif beragam dengan makna yang berbeda-beda pula. Bukan hanya jenis dan motifnya saja, penempatan ulos yang digunakan pun punya makna tersendiri dan dapat memperlihatkan status sosial seseorang. Penggunaannya yang diselempangkan biasanya hanya digunakan bagi para raja. Motifanya juga disesuaikan dengan kasta dan keturunan.
Seperti ulos Sitolutuho-Bolean, motif yang bisanya dipakai oleh para raja atau ketua adat pada zaman dahulu. Motif yang sudah sangat langka ini menggambarkan kehidupan orang Batak yang hidup dari hasil pertanian. Mengutip dari jurnal “Makna Simbolis Pada Kain Ulos Asal Batak” (2020), corak kain ulos ini terinspirasi dari Tuho, sebuah alat yang sering digunakan dalam bertani. Selain itu, pemilihan warna juga bisa menunjukkan status seperti warna merah dan emas yang biasanya hanya digunakan bagi para raja dan ratu.
Secara umum, terdapat tiga cara berbeda dalam pemakaian ulos, pertama memakainya pada badan (siabithononton), melilitkan pada kepala (sihadanghononton), atau melilitkan pada pinggang (sitalitalihononton). Ketiganya memiliki pesan tersendiri, bahwa ulos harus ditempatkan pada posisi yang tepat. Seperti pada perempuan Batak yang belum menikah, maka mereka harus melilitkannya pada bagian atas dada mereka. Sedangkan yang sudah menikah dan memiliki anak, memilitkannya pada bawah dada.
Masyarakat Batak kerap menggunakan ulos pada saat menggelar upacara adat, seperti Mangulosi. Upacara adat dengan memberikan kain ulos sebagai hadiah kepada seseorang ini mengandung makna cukup dalam yaitu melambangkan pemberian restu, harapan, dan kebaikan dalam hidup. Pemberian kain ulos dalam beberapa upacara adat juga menjadi simbol dari penyampaian sebuah doa. Seperti pada momen pernikahan, pihak pengantin wanita memberikan tiga helai ulos, dua helai untuk orangtua mempelai pria, dan satu lai untuk menantu.
Ketika pemberian ulos, pihak wanita akan menyampaian umpasa atau pantun dan kalimat-kalimat yang mengandung doa serta berkat. Kemudian lanjut dengan pemberian beras (boras si pir ni tondi) tepat pada atas kepala atau ubun-ubun kedua pengantin yang biasanya diiringi dengan teriakan “horas” sebanyak tiga kali. Bukan hanya proses pemberiannya, pada zaman dahulu ulos juga sudah menjadi media doa dari pemberi kepada penerima. Doa itu tersirat dari setiap motif ulos yang memiliki arti tersendiri.
Motifnya yang beragam juga menggambarkan lingkaran kehidupan. Dalam setiap fase kehidupan, masyarakat batak akan menggunakan kain ulos. Mulai dari kelahiran, pernikahan, hingga kematina. Dengan artian, ulos merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Batak. Bahkan, sejak dalam kandungan.
Misalnya seperti Ulos Lobu-lobu yang biasanya diberikan kepada anak perempuan yang sedang hamil agar proses melahirkan berjalan lancar. Lalu untuk momen pernikahan menggunakan Ulos Ragi Hotang untuk menjadi penguat ikatan batin kedua mempelai. Mengutip dari jurnal “Makna Simbolis Pada Kain Ulos Asal Batak” (2020), ulos ini memiliki motif rotan sebagai lambang dari ikatan yang kokoh dalam pernikahan. Jadi, secara tidak langsung mendoakan agar pasangan kuat dan kokoh seperti rotan dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Selain itu, ada juga Ulos Sibolang yang diberikan pada saat upacara dukacita. Masih mengutip jurnal yang sama, corak runcing menghadap ke atas pada ulos ini menyiratkan kesabaran dan kekuatan orang Batak dalam menghadapi beban hidup. Meski sedih, orang Batak akan tetap menghadapi dan terus memandang maju ke atas.
Ulos tidak hanya diberikan kepada sesama masyarakat Batak saja, loh. Namun, juga bisa diberikan kepada orang lain, meskipun ia tidak memiliki keturunan Batak. Pemberian kain ulos dalam situasi ini memiliki makna sebagai tanda hormat dari pemberi kepada penerima. Seperti ketua adat yang memberikan ulos kepada presiden atau menteri, maka ulos menandakan rasa hormat sekaligus ungkapan doa dan harapan.
Makna kehidupan dari selembar ulos menunjukkan bahwa produk budaya Indonesia memiliki arti mendalam. Kamu bisa menemukan banyak makna tersembunyi dari sekian banyak produk budaya yang hanya ada di Indonesia. Semakin kamu tahu, semakin kamu bangga terhadap kekayaan negeri yang harus kita jaga agar tetap lestari.