Dari dulu, jualan tangis dan belas kasihan di Indonesia memang selalu laris manis. Cukup jadikan cerita miris sebagai konten, lalu bahagiakan si objek, maka banyak yang jadi iba dan ramai-ramai menonton. Sekilas nggak ada yang salah, tapi rasanya jadi nggak adil membandingkan kesedihan seseorang dengan banyaknya iklan dan adsense yang didapat konten kreator.
Konten prank ojol yang sempat ramai di YouTube juga menuai banyak kritik. Nggak hanya bikin kesel, banyak ojol yang jadi trauma dan malas kalau orderannya sudah berbau fiktif dan mengarah ke prank. Berikut bakal dipaparkan uraiannya.
Meskipun kena prank ojol bakal tetap ‘dihadiahi’ uang, tapi bikin orang ketar-ketir sebelumnya itu nggak lucu. Apalagi kalau yang dipertaruhkan adalah uang dan profesi, mana ada yang mau dipermainkan begitu.
Belakangan muncul sebuah percakapan antara ojol dan pelanggan yang jadi viral dan dicuitkan oleh @flutulangs. Dalam percakapan tersebut, sang driver ojol mengkhawatirkan kalau orderannya hanyalah sebuah prank untuk konten di YouTube. Bahkan secara jelas dia menyampaikan bahwa dia sudah trauma. Hmm, jadi makin serius.
Akibat driver yang makin khawatir, banyak pelanggan yang sekarang harus selalu memastikan kalau orderannya memang nggak fiktif. Pokoknya harus sama-sama meyakinkan kalau orderannya memang serius. Nggak satu dua orang aja, banyak pelanggan yang jadi ikutan repot karena kena dampak secara nggak langsung dari prank ojol. Tentu bukan karena menyalahkan driver, kekhawatiran driver adalah pemakluman, tapi cikal bakal terjadinya ini semua sungguh bikin sebal.
Sebenarnya secara umum konten prank sudah dianggap ‘receh‘ sejak lama. Konten ini hanyalah sebuah candaan berbahaya yang memanfaatkan ketidaktahuan seseorang. Banyak youtuber papan atas sekelas Pewdiepie dan Reza Octovian yang menyindir betapa nggak bertanggung jawabnya konten semacam ini. Ini bisa jadi pelajaran kalau sekalipun mau bikin konten hiburan, kita nggak boleh sembarangan. Pikirkan lagi dampaknya, akibatnya, hingga perasaan seseorang menanggapi konten yang kita buat.
Di zaman yang sudah serba canggih di mana semua orang bisa produksi konten, sudah seharusnya semua juga sadar konten. Kali ini tanggung jawab konten berfaedah nggak hanya punya pemilik stasiun televisi, koran, atau radio. Tapi kita yang tiap hari mengunggah konten juga punya andil di sana.