Bank Dunia (World Bank) menyebut bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah, meski perluasan akses pendidikan untuk masyarakat dianggap sudah meningkat cukup signifikan.
Indonesia sendiri telah mencanangkan program reformasi pendidikan untuk membenahi kualitas sektor ini selama 15 tahun sejak 2002.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan kualitas pendidikan yang rendah tercermin dari peringkat Indonesia yang masih berada di posisi tertinggi dari negara-negara tetangga. Indikator peringkat kualitas pendidikan ini tercermin dalam jumlah kasus buta huruf.
"Misalnya, 55 persen anak usia 15 tahun di Indonesia secara fungsional buta huruf, dibandingkan kurang dari 10 persen di Vietnam," ujarnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (6/6).
Sementara dari sisi akses pendidikan, jumlah siswa yang kini mampu bersekolah meningkat cukup signifikan. Adapun peningkatan akses ini dilakukan dengan meningkatkan pembiayaan, peningkatan partisipasi para pelaku lokal dalam tata kelola pendidikan, peningkatan akuntailitas dan kualitas guru, hingga memastikan kesiapan siswa.
Sayangnya, hasil tersebut belum bisa memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Bank Dunia melihat masih ada sejumlah tantangan yang masih belum terselesaikan, misalnya tidak meratanya akses pendidikan itu alias masih ada ketimpangan.
Dari sini, Bank Dunia melihat perlu ada perluasan akses pendidikan yang lebih merata dan sesuai dengan standar pendidikan internasional, baik secara kurikulum maupun praktik. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan kriteria kualifikasi guru hingga meluncurkan kampanye perbaikan kualitas pendidikan.
Sedangkan dari sisi pengaturan anggaran pendidikan, pemerintah dinilai perlu memberikan anggaran berdasarkan kinerja dan kualitas pendidikan yang bisa dibangun daerah.
"Rekomendasi lain, agar melengkapi mekanisme pembiayaan yang ada untuk pendidikan dengan transfer yang targetnya ditetapkan dengan baik dan berbasis kinerja untuk sekolah dan kabupaten tertinggal," katanya.
Menanggapi ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan memang kualitas pendidikan di Tanah Air masih menjadi tantangan bagi pemerintah. Padahal, dari sisi anggaran, dana untuk pendidikan telah mencapai Rp444 triliun atau sekitar 20 persen dari total belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
Menurutnya, hal ini karena permasalahan pendidikan tak bisa diselesaikan dari sisi anggaran saja. Namun, harus pula dibahas secara teknis dengan tiga kementerian yang berkaitan langsung, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), dan Kementerian Agama (Kemenag).
"Ada juga beberapa kementerian lain yang punya anggaran pendidikan vokasional atau teknikal. Selain itu, daerah juga perlu ikut sebagai keharusan untuk membayar pendidikan penuh, misalnya terhadap gaji dan tunjangan guru," jelasnya.
Khusus untuk kualitas pendidikan, ia bilang, yang menjadi tantangan di berbagai negara adalah persoalan manajemen dan efektivitas belajar anak di sekolah.
"Begitu juga dengan kurikulum dan text book, itu penting agar negara bisa menyiapkan strategi dalam membangun SDM dengan tantangan yang ada, misalnya industrialisasi, teknologi yang berubah, dan keterbukaan informasi," pungkasnya.