Penganiayaan terhadap guru kembali terjadi. Kali ini menimpa Kepala Sekolah (Kepsek) Menengah Pertama Negeri 4 di Labuan Uki Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara.
Kepsek yang menjadi korban penganiayaan wali murid itu bernama Astri Tampi berusia 57 tahun. Ia mengalami luka di tangan, hidung patah, lebam di kepala terkena kaca, sakit di punggung, dan darahnya membasahi bagian depan seragam dinasnya.
Penganiayaan itu berawal dari isu alat tes kehamilan yang beredar di kalangan siswa. Astri coba menelusuri isu tersebut. Selasa (13/2/2018), sejumlah siswa pun dipanggil, termasuk Putri, anak dari pelaku yang menganiaya Astri, berinisial DP (41) alias Meidy.
"Saya cari tahu siapa yang menyebarkan isu alat tes kehamilan beredar di sekolah. Semua datang kecuali Putri, kemudian dia saya tanyakan kenapa tidak datang, ia katakan sudah lapor ayahnya, saya lantas panggil ayahnya untuk cek kebenarannya," kata Kepsek Astri Tampi kepada Tribun Manado saat ditemui di RSUP Prof Dr RD Kandou, Malalayang, Manado, Sulawesi Utara, Rabu (14/2/2018).
Meidy pun memenuhi panggilan kepsek. Ramah Lalu Jadi 'Buas', Ia datang ke sekolah terlihat biasa saja.
"Tersangka datang di sekolah terlihat biasa dan ramah karena memberikan salam kepada guru-guru di sekolah," ucap Nursiah Saka, satu di antara guru SMP Negeri 4 Lolak didampingi beberapa guru, Rabu (14/2/2018).
Setelah itu, tersangka masuk ke ruangan kepsek untuk menandatangani surat pernyataan sebagai orangtua karena anaknya terduga mengunggah foto alat tes kehamilan yang seharusnya tidak menjadi perbincangan pada usia mereka.
Dalam ruangan kepsek, Selasa (13/2/2018) pukul 09.30 Wita itu, hanya ada mereka berdua, sementara anak tersangka dan beberapa guru sedang berada di ruang guru. Mereka duduk saling berhadapan yang di tengahnya terdapat meja kaca.
"Saya katakan padanya, siswa lain yang sudah memenuhi panggilan telah membuat surat pernyataan, sedangkan Putri belum membuat surat karena tidak memenuhi panggilan," kata Astri Tampi di rumah sakit.
Meidy pun emosi karena berasumsi sang anak juga akan disuruh buat surat pernyataan. Meidy mengancam, lantas menendang meja kaca di depannya.
"Meja itu kemudian dipukulkan pada saya, saya jatuh, ia kemudian kembali memukuli saya dengan kaki meja. Saya kira saya akan mati karena ia membabi buta menghantam saya. Mungkin kalau tidak dilerai guru lainnya saya sudah mati," kata Astri Tampi .
Dari lanjutan cerita Nursiah Saka, selang beberapa saat, kurang lebih pukul 10.00 Wita jam istirahat, maka terdengarlah suara pertengkaran dan pecah kaca di ruangan kepsek. Saat itu juga, anak tersangka, Putri, yang duduk di bangku kelas II SMP berjenis kelamin perempuan itu langsung berusaha melerai ayahnya dan memeluknya untuk tidak melakukan pemukulan terhadap kepsek.
"Saat kami masuk ruangan, kepsek sudah terluka dan berdarah sehingga saya tidak bisa menggambarkan kejadian saat itu," ungkap Nursiah Saka.
Setelah berhasil dilerai, Meidy lalu pergi, kepsek pun duduk. Meja berbahan kaca serta besi itu pun masih dalam ruangan itu tak lagi memiliki kaca. Taplak serta penghias meja berjatuhan di lantai.
Seorang lainnya dalam ruangan mengambil gambar mengabadikan peristiwa itu.