Kelompok burung pecuk (Phalacrocoracidae) seharusnya dikenal sebagai burung yang handal dalam mengudara dan menyelam. Namun, satu di antara 40 spesies burung pecuk yang tinggal di pulau terpencil Galapagos memecahkan stereotip ini dengan menjadi satu-satunya yang lupa caranya terbang.
Anomali ini pun menjadi fokus para pakar biologi dan genetika yang mengungkapkan bagaimana hewan tersebut melupakan cara untuk terbang dalam sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Science.
Menurut para peneliti yang membandingkan genetika pecuk Galapagos dengan tiga spesies lainnya yang mampu terbang, satu mutasi yang meregulasikan pembentukan cilia (struktur kecil yang membentuk sel) adalah kunci dari evolusi ini.
Cilia sendiri memiliki bermacam-macam fungsi untuk organisme lainnya, tetapi untuk hewan bertulang belakang seperti pecuk dan manusia, fungsinya adalah meregulasi pembentukan tulang.
Alejandro Burga, salah satu penulis studi ini, mengatakan kepada Popular Science 2 Juni 2017, Anda bisa menganggap pecuk yang tidak bisa terbang sebagai anak burung berukuran raksasa. Sebab, beberapa bagian tubuh dari pecuk Galapagos seperti tulang dada yang pendek dan sayap yang kecil menyerupai burung pecuk yang belum matang.
Jadi, mengapa evolusi ini terjadi? Para peneliti berkata bahwa penyebabnya adalah lingkungan Galapagos yang sangat mendukung populasi burung pecuk.
Dengan makanan yang berlimpah di lautan dan tidak adanya predator, burung-burung ini kehilangan alasan untuk terbang. Mereka justru menfokuskan semua energi yang ada untuk menjadi perenang yang lebih baik dan berburu di air dalam seperti penguin.
“Burung pecuk Galapagos adalah populasi pecuk terbesar di dunia, meskipun mereka memiliki sayap terkecil. Mungkin evolusi ini menguntungkan bagi mereka,” ucap Burga