Sudah sejak bulan Maret kemarin para pelajar di seluruh Indonesia diminta untuk belajar dari rumah. Guru-guru juga diminta membimbing murid-muridnya lewat teknologi atau aplikasi di internet. Banyak pelajar yang kerap membagikan kegiatan belajar daringnya di media sosial, ada yang tatap muka dengan gurunya lewat video call, ada juga yang diminta mengirimkan tugas via email. Semua kegiatan itu tentu membutuhkan perangkat seperti ponsel atau laptop. Sayangnya, tidak semua pelajar beruntung bisa memilikinya. Mereka yang tinggal di pedalaman, justru merasa kesulitan ketika diminta belajar dari rumah.
Seorang guru Sekolah Dasar bernama Avan Fathurrahman, mencurahkan perasaan dilematisnya sebagai tenaga pengajar di sebuah kabupaten di Sumenep. Ia merasa miris melihat para siswanya tidak memiliki ponsel. Menanggapi kondisi itu, ia lalu berinisiatif mengunjungi rumah muridnya satu per satu demi menuntun mereka belajar. Padahal Avan harus menempuh jarak yang jauh dan medan yang cukup sulit. Bagaimana kisah selengkapnya dari sang pahlawan tanpa tanda jasa ini?
Pak Avan guru SDN Batu Putih Laok, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Sumenep, mengunggah cerita inspiratif sekaligus miris di akun Facebook pribadinya. Di tengah pandemi yang mengharuskan orang bekerja dan belajar dari rumah ini, ia terpaksa harus mengajar dengan cara berkeliling ke rumah murid-muridnya karena mereka nggak punya ponsel. Keterbatasan ekonomi jadi alasannya. Walaupun kini stasiun TVRI sudah menampilkan kegiatan belajar namun hal itu ternyata belum bisa jadi solusi karena belum semua murid punya televisi di rumahnya.
Sebenarnya, permasalahan nggak hanya datang bagi mereka yang tidak memiliki ponsel. Walau toh sudah punya ponsel, mahalnya biaya internet bulanan juga seringkali jadi hambatan. Pak Avan bertutur bahwa sempat ada wali murid yang siap berutang demi bisa membeli ponsel untuk anaknya. Namun, Pak Avan melarangnya, karena tidak mau wali murid itu terbebani dengan biaya internet bulanan. Belum lagi, ia harus berutang, yang malah semakin menambah beban finansial.
Keputusan Pak Avan mendatangi rumah muridnya satu per satu dilakukan bukan karena ia nggak percaya sama wali murid dalam membimbing siswanya. Namun karena ia tahu bahwa saat ini sedang masa panen padi. Para wali murid yang mayoritas berprofesi sebagai petani sibuk di sawah, sehingga nggak memiliki banyak waktu untuk membantu anak-anaknya belajar. Maka dari itu, Pak Avan merasa ini sudah jadi kewajibannya untuk tetap mengajar walau harus menempuh jarak yang lumayan jauh dan terkadang medan yang juga sulit karena cuma bisa ditempuh dengan berjalan kaki.
Banyak orang merasa senang dengan imbauan pemerintah untuk belajar dan bekerja dari rumah. Mungkin karena selama ini jarang punya waktu untuk keluarga, dengan kebijakan physical distancing ini mereka jadi bisa lebih lama berkumpul di rumah. Namun nyatanya, tidak semua orang bergembira dengan aturan tersebut. Banyak yang pekerjaannya tidak bisa dilakukan dari rumah. Ada juga yang nggak memiliki fasilitas mumpuni untuk melakukan kegiatan belajar mengajar virtual, seperti murid-murid Pak Avan.
Intinya, nggak cuma satu-dua orang aja yang mengalami kesulitan di tengah wabah ini. Bahkan bisa dibilang semua orang saat ini sedang berjuang di jalannya masing-masing. Para tukang ojek online harus tetap bekerja di jalanan, mencari nafkah demi sesuap nasi. Ibu-ibu rumah tangga harus banyak-banyak bersabar karena harus membimbing anak-anaknya belajar di rumah, di samping menyelesaikan pekerjaan domestiknya. Bahkan, pengusaha dengan bisnis di mana-mana pun juga harus memutar otak bagaimana caranya tetap bisa menggaji ribuan karyawan, padahal konsumen sedang sepi-sepinya.
Begitulah corona, kedatangannya sungguh tidak diduga dan merepotkan banyak orang. Namun, percayalah bahwa selalu ada hikmah di setiap peristiwa. Dan tetap lah berpegang pada keyakinan kalau semua ini pasti akan berakhir. Tetap semangat, kamu.