Home » Kongkow » kongkow » Kemampuan Ekolokasi (Sonar) Pada Kelelawar

Kemampuan Ekolokasi (Sonar) Pada Kelelawar

- Selasa, 24 September 2019 | 12:48 WIB
Kemampuan Ekolokasi (Sonar) Pada Kelelawar

Ekolokasi Kelelawar

Kemampuan Ekolokasi mirip dengan sistem Sonar. Sonar yang merupakan kependekan dari Sound Navigation and Ranging merupakan teknologi yang saat ini digunakan untuk komunikasi, deteksi objek, dan navigasi.

Sistem kerja Sonar adalah dengan cara transmisi (memancarkan) gelombang suara, lalu pantulan gelombang suara yang kembali diterima dan diolah informasinya. Yang terjadi pada kemampuan ekolokasi Kelelawar sama seperti sistem sonar tersebut.

Sistem Sonar Kelelawar

Layaknya manusia, Kelelawar dapat memroduksi suara dengan cara mendorong udara melalui paru-paru untuk melewati vibrating vocal cord. Getaran yang terjadi menyebabkan adanya fluktuasi dari udara yang didorong sehingga akan membentuk gelombang suara. Gelombang suara yang diproduksi oleh kelelawar ditransmisikan ke arah yang ditentukan, lalu gelombang yang dipantulkan diterima kembali oleh kelelawar. Dari gelombang yang diterima itu Kelelawar dapat mengkalkulasikan letak objek di depannya, apakah objeknya itu berupa mangsanya atau objek yang lain. Tidak hanya letak objeknya, Kelelawar juga bisa mengkalkulasikan ukuran dari objek tersebut berdasarkan dari gelombang suara yang diterimanya. Dan apabila objek itu merupakan benda bergerak, maka Kelelawar juga dapat memperhitungkan ke arah mana objek itu bergerak, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:

Ekolokasi Kelelawar

Kemampuan ekolokasi Kelelawar tersebut sangat berguna, baik itu untuk navigasi maupun untuk berburu mengingat Kelelawar aktif di malam hari yang gelap.

Meski mekanisme produksi gelombang suara pada Kelelawar menyerupai manusia, namun gelombang suara yang dihasilkan Kelelawar memiliki frekuensi yang berbeda dengan gelombang suara yang diproduksi manusia. Manusia hanya bisa mendengar suara dengan frekuensi antara 20 Hz sampai 15 hingga 20 kHz tergantung usianya. Sedangkan Kelelawar rentang frekuensi suaranya melebihi 110 kHz, hal itu jelas jauh melebihi batas pendengaran manusia. Dalam ukuran decibel (dB), kelelawar memroduksi suara dengan rentang antara 50 hingga 120 dB. Suara dengan ukuran seperti itu sangat keras bagi pendengaran manusia, sebenarnya tidak hanya keras namun juga merusak pendengaran manusia. Untungnya, suara yang diproduksi Kelelawar masuk dalam rentang frekuensi yang tidak bias didengar manusia, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Telinga dan sel-sel otak kelelawar memang khusus didesain untuk memancarkan suara dengan frekuensi yang dihasilkan, serta untuk menerima echo yang kembali. Sel-sel reseptor yang menerima gelombang suara yang kembali (echo) terdapat di dalam telinga, sehingga telinga kelelawar sangat sensitif terhadap terjadinya perubahan frekuensi. Bentuk daun telinga kelelawar juga ikut menentukan seberapa cepat echo diterima untuk kemudian diolah oleh sel-sel otaknya. Untuk menerima echo gelombang suara yang kembali dari objek yang berjarak 1 meter, maka kelelawar hanya membutuhkan waktu maksimal 20 ms atau seperlimapuluh detik. Sesungguhnya kemampuan ekolokasi Kelelawar sangat kompleks dan untuk mengerti dengan benar mengenai hal itu Kita perlu memahami bagaimana kehidupan dan tingkah laku Kelelawar di alam.

Cari Artikel Lainnya