Produsen otomotif Korea Selatan, Hyundai Motor Company, memastikan akan memulai pembangunan pabrik mobil listrik di Kota Deltamas, Cikarang, Jawa Barat.
Kepastian itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan melalui akun media sosial, setelah menerima kunjungan para petinggi Hyundai Motor, Kamis (13/8/2020) lalu.
(Ilustrasi petugas mendemonstrasikan cara pengisian kendaraan listrik Sigid Kurniawan / ANTARA FOTO)
"Pembangunan diharapkan selesai Maret 2021, dan setelah itu akan ada banyak uji coba sampai produksi final di akhir tahun 2021,” kata Menteri Luhut.
Dalam kunjungannya, petinggi Hyundai membawa serta mobil Ioniq dan Kona versi listrik, dua produk yang juga akan dikembangkan di Cikarang. "Keduanya bagian dari banyak lini produksi yang dipersiapkan Hyundai untuk Indonesia," kata Young Tack Lee, Presiden Direktur Hyundai Motor Asia Pasifik dalam keterangan resmi.
Pabrik Hyundai di Deltamas merupakan investasi mobil listrik pertama di Indonesia. Rencananya, pengembangan kendaraan setrum itu akan menelan kapital hingga AS$1,55 miliar sampai 10 tahun ke depan. Pabrik dengan kapasitas 250.000 mobil setahun itu, menurut Luhut, akan menyerap 3.500 tenaga kerja Indonesia.
Sejak setahun terakhir, pasar mobil listrik Indonesia mulai bersemi. Sejumlah merek impor seperti Mitsubishi Outlander PHEV dan Tesla Model X mulai dipasarkan, meski dalam jumlah yang terbatas.
Beberapa selebritas seperti Raffi Ahmad, Andre Taulany, Anang Hermansyah dan pejabat seperti Ketua MPR Bambang Soesatyo juga kerap berpose di sosial media dengan menggunakan kendaraan jenis ini.
Dari sisi prasarana, tempat-tempat pengisian daya baterai juga mulai bermunculan. PLN, misalnya, sejauh ini telah membangun tujuh titik pengisian daya mobil listrik, empat di Jakarta, dan masing-masing satu di Bandung, Denpasar, dan Tangerang Selatan.
Perusahaan migas negara Pertamina juga memiliki satu stasiun pengisian di kawasan Kuningan, Jakarta. Selain itu, BPPT juga memiliki dua tempat charging mobil listrik, satu di Gedung BPPT di Jalan Thamrin, Jakarta, satu lainnya ada di Serpong.
Melalui Peraturan Presiden No. 55/2015, pemerintah memang mendorong pemakaian kendaraan listrik. Pemerintah menargetkan, dalam lima tahun mendatang, penggunaan mobil listrik akan tumbuh 20 persen. Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif pajak, baik bagi produsen maupun konsumen mobil listrik.
Menurut pengamat otomotif, Bebin Djuana, pabrik mobil listrik Hyundai merupakan bagian dari upaya pemerintah memproduksi mobil di dalam negeri. “Presiden berharap mobil listrik diproduksi, bukan impor. Hyundai masuk ke Indonesia dengan catatan harus produksi mobil listrik,” katanya saat dihubungi Lokadata,id (14/8/2020).
Masalahnya, harga mobil listrik rata-rata tiga sampai empat kali lipat lebih mahal dari mobil bahan bakar migas.
Harga mobil listrik termurah di Indonesia saat ini adalah Renault Twizi BEV. Mobil imut yang hanya muat dua penumpang (satu kursi pengemudi di depan, dan satu penumpang di belakang - mirip kapasitas motor) ini dijual pada kisaran harga Rp400 juta per unit.
Lainnya, mobil "betulan" dengan kapasitas empat - lima penumpang rata-rata harganya di atas Rp1 miliar. Mitsubishi Outlander PHEV, misalnya, dibanderol Rp1,2 miliar, dan Tesla Model X seharga Rp2,4 miliar per unit.
Dalam laporan paruh pertama Gaikindo, Mitsubishi Outlander PHEV tercatat terjual lima unit dari Januari - Maret 2020, dan belum ada penambahan penjualan lagi pada April hingga Juni lalu. “Mobil listrik memang masih mahal, termasuk biaya produksinya,” kata Bebin.
Di pasar internasional, Hyundai Ioniq dibanderol pada harga AS$34.000, atau sekitar Rp500 juta, sedangkan Kona AS$36.000 (Rp540 juta) - setara dengan harga mobil-mobil combustion kelas menengah atas. Hanya dengan tambahan sedikit dana, orang bisa mendapatkan Nissan X-Trail, Mitsubishi Pajero Sport atau Toyota Fortuner.
Apalagi, pasar mobil di Indonesia kini sedang tertekan, dan belum tahu kapan akan kembali bangkit. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan, produksi mobil pada Juni 2020 tercatat hanya 17.616 unit, atau hanya seperenam dari produksi Januari 2020 (sebelum pandemi) yang mencapai 112.662 unit.
Menurut pengurus Gaikindo, Jongkie D. Sugiarto mengungkapkan, penurunan daya beli membuat tren pasar mengarah pada mobil-mobil murah. "Yang meningkat sekarang pasar mobil bekas di bawah Rp200 juta," katanya.
Menurut Jongkie, kebangkitan pasar mobil akan banyak bergantung pada pertumbuhan ekonomi. “Jika tahun depan pertumbuhan bisa 4,5 - 5,5 persen, alhamdulilah, berarti daya beli kembali ke pasar mobil Rp300 juta, bahkan lebih,” katanya.
Selain harga, Bebin dan Jongkie menilai fasilitas penggunaan mobil listrik di Indonesia belum memadai. Salah satunya minimnya Stasiun Penyedia Listrik Umum (SPLU) yang tersebar di tempat umum, mengingat jangka waktu pengisian baterai mobil listrik jauh lebih lama ketimbang pengisian bahan bakar mobil biasa.
Menurut Bebin, mobil listrik harusnya juga memerlukan peraturan khusus, tapi sejauh ini belum ada. “Mobil listrik pakai peraturan mobil bensin biasa. Ini tidak menguntungkan pemilik kendaraan listrik atau hybrid," katanya.
Investasi pabrik mobil yang menghabiskan modal puluhan triliun, tentu saja bukan hanya mengukur kondisi pasar dalam satu dua tahun, tapi dalam jangka yang sangat panjang.
Niat Hyundai masuk ke Indonesia agaknya juga menghitung ambisi pemerintah menjadi pemain utama dalam pasar baterai dunia. Dengan potensi tambang nikel yang melimpah, Indonesia berpeluang besar dalam memimpin "balapan" di pasar baterai listrik.
Dengan resources nikel yang melimpah di Indonesia, Hyundai bisa menjadikan pabrik mobil listrik di Cikarang sebagai hub pasar ekspor, bukan hanya melayani pasar lokal.
Akhir Juni lalu, Reuters memberitakan pertemuan petinggi Hyundai dengan LG Chem, chaebol Korea Selatan yang lain, untuk menjajaki kerja sama pembangunan pabrik baterai di Indonesia.
Hyundai yang tergolong pendatang baru dalam industri mobil listrik mencoba mengejar ketinggalan dengan menggandeng LG Chem yang sudah berpengalaman dalam produksi baterai listrik, berkongsi dengan General Motor dan Geely Automobile.
Jika kerja sama tersebut berjalan sesuai rencana, produksi mobil listrik di Indonesia mungkin bisa melaju lebih cepat dari yang diperkirakan. Hyundai, LG Chem dan sejumlah pabrikan lain di dunia kini sedang balapan untuk merebut insentif dan subsidi yang disiapkan pelbagai negara untuk mendorong produksi mobil listrik, demi mengurangi emisi karbon.
Bebin menyatakan, pilihan ke mobil listrik sangat tepat, asal peraturan terkait pemakaiannya dimatangkan. “Kendaraan listrik itu jawaban masa depan dan pemerintah ingin melakukan percepatan. Itu bagus sekali," katanya.