Hukum Mendel adalah hukum yang dapat menjelaskan dan membuktikan bahwa sifat-sifat anak banyak yang diturunkan dari orangtuanya. Sifat-sifat yang dimaksud disini adalah sifat biologi, yaitu sifat-sifat genetik. Misalnya bentuk hidung, warna rambut, jenis rambut, dan sebagainya.
Hukum Mendel ini ditemukan oleh Gregor Johann Mendel saat melakukan percobaan perkawinan silang menggunakan tanaman kacang polong. Percobaan itu membuahkan dua hukum prinsip genetika modern, yaitu Hukum Mendel I dan Hukum Mendel II.
Hukum Mendel I
Hukum yang dikenal juga sebagai Hukum Segregasi ini menyebutkan bahwa pada pembentukan gamet, ke dua gen yang berpasangan dipisahkan dalam dua sel anak. Pola-pola hereditas pada Hukum Mendel I berlaku untuk persilangan monohibrid, atau persilangan dengan satu sifat yang beda.
Ada tiga hal yang diamati dalam pola pewarisan sifat pada Hukum Mendel I, antara lain:
Contoh:
Mawar merah yang bersifat dominan disilangkan dengan mawar putih yang bersifat resesif.
P1 : mawar merah x mawar putih
MM x mm
Gamet : M m
F1 : Mm (merah 100%)
P2 : Mm x Mm
Gamet : M M
m m
F2 :
M | m | |
M | MM | Mm |
m | Mm | mm |
Keterangan:
MM = merah
Mm = merah
mm = putih
Rasio fenotipe F2 = merah : putih = 3 : 1
Rasio genotipe F2 = MM : Mm : mm = 1 : 2 : 1
Hukum Mendel II
Hukum ini dikenal juga sebagai Hukum Asortasi. Dalam Hukum Mendel II disebutkan jika setiap gen dapat berpasangan secara bebas dengan gen lainnya. Walaupun bebas, gen yang mengusung satu sifat tidak akan mempengaruhi sifat gen lain yang bukan termasuk sebagai alelnya.
Hukum Mendel II ini dijelaskan melalui persilangan dengan dua sifat berbeda (dihibrida) dengan dua alel yang berbeda pula. Misalnya pada kacang polong, bentuk biji kacang bulat+keriput disilangkan dengan biji berwarna kuning+hijau. Hasil persilangan ini menurunkan ciri fisik biji bulat warna kuning, keriput kuning, bulat hijau dan keriput hijau.
Hal ini terjadi karena gen melakukan persilangan secara bebas. Hukum Mendel II ini hanya berlaku pada gen yang letaknya berjauhan. Maka dari itu, hukum ini tidak berlaku pada persilangan monohibrid.
Contoh:
Ercis berbiji bulat warna kuning (dominan) disilangkan dengan ercis berbiji kisut warna hijau (resesif)
P1 : bulat kuning x kisut hijau
BBKK x bbkk
Gamet : BK bk
F1 : BbKk (fenotipe bulat kuning 100%)
P2 : BbKk x BbKK
Gamet : BK BK
Bk Bk
bK bK
bk bk
F2 :
BK | Bk | bK | bk | |
BK | BBKK | BBKk | BbKK | BbKk |
Bk | BBKk | BBkk | BbKk | Bbkk |
bK | BbKK | BbKk | bbKK | bbKk |
bk | BbKk | Bbkk | bbKk | bbkk |
Pada F2 diperoleh macam fenotipe:
Bulat kuning : 9
Bulat hijau : 3
Kisut kuning : 3
Kisut hijau : 1
Jadi, rasio fenotipe F2 = 9 : 3 : 3 : 1
Persilangan Testcross, Backcross, dan Resiprok
a. Persilangan Testcross
Persilangan Testcross adalah persilangan antara suatu individu yang tidak diketahui genotipenya dengan induk yang genotipenya homozigot resesif. Persilangan testcross ini dapat pula dilakukan dengan individu yang bukan induknya, dengan syarat genotipenya diketahui homozigot resesif. Tujuannya untuk mengetahui heterogenitas suatu persilangan.
b. Persilangan Backcross
Persilangan Backcross adalah persilangan antara anakan F1 yang heterozigot dengan induknya yang homozigot dominan. Tujuannya untuk memudahkan menganalisis sifat genetis suatu karakter yang sedang diamati.
c. Persilangan Resiprok
Persilangan resiprok disebut juga dengan persilangan tukar kelamin, yaitu persilangan ulang dengan jenis kelamin yang dipertukarkan.
Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Setelah dijelaskan mengenai hukum Mendel I dan hukum Mendel II, selanjutnya akan dijelaskan mengenai penyimpangan hukum Mendel. Penyimpangan hukum Mendel adalah suatu bentuk persilangan yang tidak sesuai dengan hukum Mendel. Dalam penyimpangan hukum Mendel, terdapat yang namanya penyimpangan semu hukum Mendel.
Penyimpangan semu hukum Mendel adalah bentuk persilangan yang menghasilkan rasio fenotipe yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendel. Penyimpangan semu hukum Mendel terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih yang saling mempengaruhi. Berikut adalah macam penyimpangan semu hukum Mendel.
a. Polimeri
Adalah hubungan gen yang saling menambah (bersifat kumulatif). Pada polimeri ini terdapat banyak gen bukan alel tetapi mempengaruhi karakter/sifat yang sama. Polimeri memiliki ciri yaitu makin banyak gen dominan, maka sifat karakternya makin kuat.
b. Kriptomeri (9 : 3 : 4)
Pada persilangan kriptomeri, apabila gen berdiri sendiri maka keberadaan sifat gen dominannya tersembunyi. Akan tetapi, apabila terjadi interaksi antara gen dominan dengan gen dominan lainnya, maka akan muncul sifat gen dominan yang sebelumnya tersembunyi. Kriptomeri memiliki ciri yaitu ada karakter baru muncul bila ada 2 gen dominan bukan alel berada bersama.
c. Epistasis-Hipostasis (12 : 3 : 1)
Adalah suatu peristiwa dimana suatu gen dominan menutupi pengaruh gen dominan lain yang bukan alelnya. Gen yang menutupi disebut epistatis dan yang ditutupi disebut hipostatis.
d. Komplementer (9 : 7)
Komplementer dinamakan juga epistatis gen resesif rangkap, karena jika salah satu gen bersifat homozigot resesif, pemunculan suatu karakter oleh gen lain menjadi tidak sempurna atau terhalang. Komplementer adalah hubungan dua gen dominan yang saling melengkapi untuk memunculkan suatu karakter.
e. Interaksi Alel (9 : 3 : 3 : 1)
Penyimpangan semu hukum Mendel yang terakhir adalah interaksi alel. Interaksi alel adalah peristiwa dimana muncul suatu karakter akibat adanya interaksi antargen dominan maupun antargen resesif.