Kalau kita perhatikan suatu hari besar yang diperingati publik, pasti selalu ada sejarah panjang yang akan menjelaskan alasan kenapa hari besar tersebut diperingati.
Karena itulah, dengan resolusi 58/4, pada tanggal 31 Oktober 2003, Sidang Umum PBB menetapkan tanggal 9 Desember sebagai Hari Anti Korupsi Internasional.
Keputusan ini dimaksudkan untuk membangkitkan kesadaran serta kewaspadaan kita terhadap maraknya korupsi, dan juga peranan Konvensi PBB dalam melawan korupsi, baik memeranginya maupun dalam melakukan upaya pencegahan terhadap korupsi.
Sidang Umum pada waktu itu, mendesak semua negara dan organisasi-organisasi regional yang kompeten menyangkut integrasi ekonomi untuk menanda-tangani dan men-sahkan Konvensi PBB melawan Korupsi (UNCAC: United Nations Covention against Corruption) untuk menjamin kecepatan proses perlawanan terhadap korupsi.
Konvensi Anti Korupsi PBB ini sepakati oleh 133 negara. UNCAC merupakan instrumen anti-korupsi pertama yang mengikat secara hukum, yang memberikan kesempatan bagi adanya suatu respons global terhadap korupsi.
Konvensi ini dimaksudkan untuk memerangi tindak korupsi yang dinilai sudah merajalela dimana-mana.
Sejak pertemuan konvensi itulah, pada tanggal 9 Desember ditetapkan dam sekaligus diperingati sebagai Hari Anti Korupsi Sedunia. Di banyak negara di dunia ini, hal ini diwarnai dengan berbagai kegiatan anti-korupsi, seturut anjuran dan/atau arahan badan PBB yang bernama “United Nations Office on Drugs and Crime” (UNODC).
Berbagai kegiatan pun dilakukan yaitu mulai dengan turun ke jalan, seminar, diskusi, pentas seni, ataupun berbagai kegiatan lainnya.
Dari tahun ke tahun, elemen yang turut serta dalam peringatan hari anti korupsi semakin banyak dan besar. Hal ini dapat dimaklumi, karena efek yang dirasakan dari praktik korupsi sudah sedemikian hebat dan sangat menyengsarakan rakyat.
Sangatlah wajar, ketika akhirnya kejahatan yang dilakukan oleh para koruptor digolongkan dalam extra-ordinary crime, sebuah kejahatan yang luar biasa.
Karena kejahatan ini yang membuat bangsa ini semakin susah untuk beringsut dan kemudian mengarah pada kemajuan bangsa.
Bebagai intrik dan modus korupsi semakin berkembang dan semakin menyentuh segala lini kehidupan.
Bagaimana tidak, dalam kehidupan sehari hari, terkadang warga masyarakat dipaksa untuk melakukan korupsi untuk mendapatkan haknya.
Terkadang hanya untuk mendapatkan surat keterangan ataupun surat-surat lainnya, kita dipaksa untuk membayar lebih, apalagi jika ingin urusan kita itu cepat selesai.
Hal ini terjadi karena memang pemahaman anti korupsi dan dampaknya kurang dipahami dengan baik oleh segenap warga negara.
Memahami korupsi, selama ini seolah hanya sekedar uang negara saja yang dipakai, dan tanpa disadari oleh kita semua, dengan memberikan uang pelicin pun, kita sudah melakukan praktik korupsi.
Hal ini masih saja terjadi karena mindset kita semua belum berubah dan masih pragmatis.
Kondisi inipun diperparah dengan praktik penegakan hukum yang berjalan selama ini, tajam kebawah dan tumpul keatas, dimana dalam praktik penegakan hukum, kebanyakan yang dilihat dan dirasakan oleh masyarakat hanya menyentuh pada orang-orang kecil saja, sedangkan harapan terhadap keadilan hukum yang didambakan masyarakat seolah semakin jauh.