Membaca adalah jendela dunia. Namun sayangnya, membaca juga masih jadi kegiatan yang tidak menyenangkan bagi segelintir orang. Bagi mereka yang kurang gemar membaca, kegiatan ini terkesan membosankan, hanya membolak-balik serangkaian halaman yang dipenuhi tulisan. Kegiatan ini memang sebuah proses, bukan sesuatu yang instan dan hasilnya bisa langsung dinikmati.
Coba dari sekarang, ubah sudut pandangmu deh. Jangan anggap remeh membaca karena akan banyak sekali manfaat yang akan didapat, bahkan bisa mengubah sejarah lho! Kok bisa? Tidak percaya? Eits, baca dulu artikel berikut ini. Beberapa negara di bawah ini mengalami perubahan luar biasa berkat membaca. Simak yuk!
Apa yang ada dalam benakmu jika mendengar Finlandia? Pasti kamu akan mengaitkannya dengan pendidikan. Well, tidak diragukan lagi, negara ini memang terbukti memiliki sistem pendidikan yang luar biasa baik. Hingga kini, posisinya tidak tergeser, tetap menjadi teratas untuk urusan pendidikan. Apa sebenarnya kiat rahasianya agar jadi negara pendidikan nomor satu?
Ya, masyarakat Finlandia sangat membudayakan aktivitas membaca. Kegiatan ini bahkan sudah seperti mendarah daging di negara dingin tersebut. Sejak balita, anak-anak Finlandia sudah dijejali buku yang memancing antusiasme mereka sehingga mereka pun ketagihan. Pada usia yang sangat dini tersebut dianggap sebagai waktu paling kritis dalam belajar. Di saat itu jugalah otak anak sedang berkembang pesat. Hal ini pun didukung dengan tingginya jumlah penerbitan buku anak-anak dari Finlandia (jika dibanding negara lain).
Selain itu, budaya membaca pada anak-anak juga dikemas melalui tontonan televisi. Biasanya, stasiun TV di sana menyiarkan program berbahasa asing dengan teks terjemahan dalam bahasa Finish. Dengan begitu, anak-anak akan tetap membaca saat menonton TV.
Dari kebiasaan-kebiasaan tersebut, hasilnya bisa dilihat oleh seluruh dunia. Walaupun bukan merupakan negara kaya, namun di sektor pendidikan masih tidak tertandingi.
Sebelum Raja Louis XVI naik tahta, kondisi sosial politik Perancis sudah cukup memanas. Pada waktu itu, tingkat kesenjangan sosial sangat tinggi. Rakyat diperlakukan dengan semena-mena. Tidak heran, rakyat sangat membenci kerajaan. Mereka bertekad untuk menghilangkan korupsi dan praktik kecurangan yang dilakukan oleh orang-orang kaya, juga para bangsawan.
Sampai akhirnya terjadilah Revolusi Perancis, salah satu tragedi penting dalam sejarah dunia. Peristiwa ini jelas saja memberikan dampak yang signifikan, salah satunya perkembangan studi Ilmu Hubungan Internasional. Antara tahun 1700-1800an, tragedi inilah yang mampu mengubah sejarah, termasuk mengguncang sistem absolut kerajaan. Tidak hanya Perancis secara internal, namun juga berpengaruh pada Eropa secara keseluruhan.
Selidik punya selidik, ada sumber literasi yang mengatakan bahwa pemicu Revolusi Perancis adalah pemikiran sastrawan bernama Voltaire. Hal ini tertulis pada novelnya yang berjudul “Candide”. Novel ini menyampaikan kritik atas kekuasaan negara Perancis. Dampak dari kritik yang disuarakannya ini, Voltaire dihukum mati oleh pihak pemerintah.
Singkat cerita, setelah masyarakat lebih melek membaca, tulisan Voltaire ramai diperbincangkan hingga akhirnya memicu gerakan Revolusi Perancis. Sampai hari ini, budaya membaca di masyarakat Perancis masih terus berlanjut.
Negeri bunga sakura ini bangkit dari keterpurukannya pun karena membaca. Seorang peraih Nobel Ekonomi tahun 1998 bernama Amartya Sen menyoroti kebangkitan Jepang dari perspektif literasi atau keaksaraan. Menurutnya, Jepang telah bangkit di pertengahan abad ke-19 dengan restorasi Meiji-nya. Saat itu, Jepang memulai kebangkitannya dengan membangun Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pemberantasan buta huruf. Pada waktu itu, Jepang telah memiliki tingkat keberaksaraan yang lebih tinggi dibanding Eropa. Bahkan pada tahun 1913, walaupun dari segi ekonomi Jepang belum berkembang, tapi sudah menjadi salah satu produsen buku terbesar di dunia. Negara ini berhasil menerbitkan lebih banyak buku ketimbang Amerika Serikat.
Tidak perlu heran jika kamu saat naik densha (kereta listrik) ketika mengunjungi Jepang, kamu akan menemui sebagian besar penumpangnya sedang membaca buku. Kegiatan membaca ini dilakukan baik duduk, maupun berdiri. Tidak hanya itu, Jepang pun lihai dalam membuat masyarakatnya gemar membaca. Salah satu strategi yang dijalankan adalah banyak penerbit yang membuat manga untuk materi kurikulum sekolah seluruh jenjang. Mulai dari pelajaran Biologi, Bahasa, Sejarah, dan sebagainya, seluruhnya ditampilkan semenarik mungkin agar minat membaca meningkat.
Budaya membaca di kalangan warga Jepang juga turut didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing. Bahasa Inggirs, Perancis, Jerman, dan masih banyak lagi. Konon legenda penerjemahan sudah dimulai sejak tahun 1684 seiring didirikannya institut penjermahan. Terus dikembangkan hingga zaman modern. Umumnya, terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.
Meskipun sempat terpuruk akibat bom atom oleh Amerika Serikat, Jepang bangkit berkat tingginya minat membaca warganya. Hmm, nampaknya Jepang sudah benar-benar mengaplikasikan pendapat bahwa “Buku adalah jendela peradaban dan kunci perubahan dunia” ya.
Itulah tiga negara yang bangkit dan mengubah sejarah berkat membaca buku. Siapa sangka kegiatan sederhana seperti ini bisa memberikan dampak yang sangat besar?
Kalau kamu sendiri, kapan mau mulai rajin membaca?