ANEH BIN AJAIB ! Itulah kata-kata yang pas kita sematkan untuk menjawab pertanyaan gaji sedikit, kenapa mau jadi guru honor ?
Gaji Sedikit
Berdasarkan penelusuran Penulis di berbagai sekolah, maka diketahuilah bahwa adanya guru honor yang memiliki gaji berkisar antara Rp. 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah) sampai dengan Rp. 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah). Padahal kalau kita bandingkan dengan kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh guru yang bersangkutan sangat-sangat jauh dari kecukupan, tetapi kenapa ia mau ya ?, itulah yang harus dijawab.
Malah, ada juga guru honor yang tidak digaji sama sekali, tetapi ia mau juga jadi guru honor. Guru honor seperti ini, ternyata lebih ajaib lagi ? kenapa ya. Akal sehat kita sulit untuk menjawabnya. Padahal kalau kita cermati, berapa banyak ia telah menghabiskan uang selama kuliah dan memperoleh gelar sarjana. Sementara setelah jadi guru honor, untuk ongkospun dia tidak peroleh, lebih-lebih biaya perbaikan sepatu yang jadi rusak, baju yang jadi koyak dan lainnya sebagainya.
Coba bayangkan, gaji di atas, setara dengan 10 kg kopi kering kalau di Takengon. Harga kopi kering 1 kg = Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah), jadi 10 kg x Rp.50.000,- = Rp.500.000,-. Dan setara dengan 25 kg Cabe. Dimana 1 kg Cabe = 20.000,- jadi, 25 kg x Rp.20.000,- = Rp.500.000,-. Jadi, kalau kita pikir-pikir, kan lebih baik ia menanam kopi atau cabe daripada jadi guru honor ?
Motif Guru Honor, Walau tanpa digaji.
Ada 4 motif mau menjadi guru honor walaupun gaji sedikit, malah ada yang tidak digaji. Motif yang disebutkan ini, mudah-mudahan dijauhkan Allah SWT dari diri kita selaku pendidik yang berbudiman dan berbudi pekerti.
Harapan semua orang ketika mau kuliah adalah agar kelak nantinya setelah tamat kuliah dan memperoleh gelah sarjana akan dapat menjadi PNS. Jadi, sebelum kuliahpun tujuannya agar bisa jadi PNS, apalagi setelah tamat kuliah, semakin terang benderang.
Oleh karena itu, motif pertama dan utama setelah kita cermati bahwa pada umumnya guru honor mau menjadi guru honor walaupun gajinya sedikit, malah ada yang tidak bergaji adalah karena nantinya bisa diangkat jadi PNS. Itulah harapan utamanya. Untuk itu, tetap ia pertahankan walaupun susah, tidak nyaman, tidak enak dan tidak pas dihati.
Setiap hari didalam dirinya, selalu bertanya kapan saya diangkat jadi PNS. Saya sudah honor sekian hari, sekian bulan, sekian tahun. pertanyaan itu tetap menjelma di dalam pemikirannya. Pikirannya mengisyaratkan enaknya kalau sudah jadi guru PNS, tidak honor lagi, Gaji setiap bulan diterima, bisa beli ini dan beli itu. Padahal belum tentu ia memiliki kinerja tinggi setelah jadi PNS nantinya. Malahan, ada beberapa kasus diketahui bahwa pada saat ia jadi guru honor, ia mengajar bagus, rajin, disiplin, bertanggung jawab dan penuh motivasi, tetapi setelah ia diangkat jadi guru PNS, lalu berkata saya sudah capek, bosan dan menyebelkan, sehingga yang dulunya rajin-sudah kurang rajin, yang dulunya disiplin-sudah kurang disiplin, yang dulunya bertanggung jawab-kurang bertanggung jawab, dan seterusnya.
Data debase K1 dan K2 adalah simbul dari seorang guru honor yang terdapat dalam administrasi pemerintah. Guru honor diakui sebagai guru honor dilembaga atau sekolah yang tempat ia honor.
Data debase K1 dan K2 sebagai salah satu jenjang bahwa guru honor akan mendekati pengangkatan pada calon PNS. Sehingga ketika dilakukan penseleksian CPNS (calon pegawai negeri sipil) dari kategori K2 terjadi kegaduhan-kegaduhan di berbagai kota yang ada di Indonesia. Karena banyak persoalan yang ada di sana, seperti; data K2 guru honor ada tidak jelas, rekayasa guru honor syarat kepentingan. Ngajar tidak pernah, tetapi sudah keluarga data k2-nya, dan lain sebagainya.
Harapan bisa dapat disertifikasi adalah salah satu pengikat kenapa guru honor, mau jadi guru honor tanpa digaji. Mendapatkan sertifikasi merupakan impian dari semua guru, bukan hanya guru honor.
Pada umumnya masalah sertifikasi ini menjadi isu utama yang selalu dibahas oleh guru dan guru honor. Kapan saya disertifikasi, kapan cair uang sertifikasi, bagaimana cara memperoleh sertifikasi. Pertanyaan ini terus-menerus dibahas oleh guru di ruangan guru, atau setiap ketemu antar guru dengan guru, atau dengan orang yang terlibat dalam dunia pendidikan. Satu kegundahan dan ketidaknyamanan guru saat ini adalah ketika ada isu yang menyatakan bahwa sertifikasi akan dihilangkan. Bagaimana rasanya, pusing, pening gak karuan, itulah kondisi guru ketika mendengar isu tersebut.
Tidak kita pungkiri, adanya ditemukan sarjana-sarjana yang kurang berkualitas. Ia tidak mampu apa-apa. Ia punya ijazah Sarjana tetapi untuk mengerjakan apa yang ia pelajari saat kuliah tidak ia miliki. Sehingga, untuk bersaing mendapatkan pekerjaan tidak punya nyali. Oleh karena itu, dari pada tidak ada pekerjaan, malu dilihat orang lebih-lebih sama orang tua dan keluarga yang telah banyak mengeluarkan biaya selama kuliah, maka jadilah walaupun jadi guru honor yang sedikit gajinya, atau tidak ada gajipun tidak apa-apa.
Jadi, menjadi guru honor seperti ini, lebih pada malu kalau tidak ada pekerjaan. Menjadi guru honor sebagai pelarian dari pada rasa malu. Anah kan? Tapi itulah realitanya.
Bagi guru honor tanpa gaji, baginya adalah yang penting namanya tercantum di sekolah sebagai guru. Itulah harapannya, yang penting ada status yaitu guru.
Pesoalan mengajar datang atau tidak, bisa atau tidak, disiplin atau tidak, disukai siswa atau tidak dan lain sebagainya. Itu masalah lain, yang penting bagiku adalah namapun tercatat sebagai guru. Dan kalau ditanya orang, apa pekerjaanmu ? pekerjaanku adalah guru.
Dampak Terhadap Kualitas pendidikan
Berdasarkan ulasan di atas, maka dampak yang ditimbulkannya, adalah :
Sudah tahu bahwa ada guru honor yang tidak punya kompetensi untuk melakukan proses belajar mengajar, kanapa diizinkan ? atau siapa yang mengizinkan ? atau bisa saja yang mengizinkan itu juga tak berkualitas ? sulit dan rumit menjawabnya. Seperti kata orang bak lingkaran setan. Jadi, apakah itu semua pekerjaan setan ? Jawabannya, mungkin ya – mungkin tidak. Jadi, kalau anak didik dididik oleh orang yang tidak berkompetensi, apakah hasilnya ? bukankah anak jadi bodoh, atau malah tambah bodoh.
Dewasa ini, pembelajaran sudah berbasis teknologi dengan menggunaan Infokus, VCD, Lettop, TV-Multimedia dan lain-lainnya. Artinya proses pembelajaran sudah modern dalam rangka menyikapi perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan. Tapi, nyatanya kebanyakan guru masih pola lama, yakni menerangkan sedikit, catat, kasih tugas latihan, selesai. Atau suruh meringkas, terangkan sedikit, kasih tugas lagi, selesai. Jadi, tidak ada mencerminkan kemajuan proses belajar mengajar.
Edialnya, guru harus pandai computer sebagai indikasi bahwa guru tidak ketinggalan zaman, nyatanya apa ? lebih pinter siswa dari gurunya ? akibatnya guru kehilangan wibawa di mata siswa, dan siswa member lebel gurunya gatek (gagal teknologi). Malu tidak ? ya gak lah, karena muka ku kan muka tembok ! hehehe…
Anak disuruh rajin membaca di sekolah, di rumah dan di mana saja, sementara gurunya tidak pernah beli buku, tidak pernah membaca di rumah. Yang jadi pajangan di rumahnya adalah keramik, baju cantik, jelbab, mebel dan perhiasan lainnya, bukan buku. Apakah itu pendidik yang mendidik ? Anak disuruh jangan merokok, sementara guru merokok di depan kelas. Guru memperlihatkan gaya merokok di depan siswa. Apakah itu pendidik yang mendidik ?
Anak disuruh disiplin, sementara guru kurang disiplin. Apakah itu pendidik yang mendidik ? Jadi, sebenarnya masih banyak perilaku pendidik yang mencerminkan bahwa dirinya bukan mendidik. Oleh karena itulah, maka pendidikan karakter yang didengungkan kurang berhasil.
Memberikan nilai pada siswa dengan angka 7, 8, 9 apabila perlu 10. Apa artinya itu ? apakah angka itu mencerminkan nilai atau kualitas siswa yang hakikitnya ? jawab sendiri wahai guruku. Ujian Nasional (UN) lulus 100%, benarkah itu ? siapa yang ujian pada saat itu ? atau siapa yang memberikan kunci jawaban pada saat itu ? atau apakah lulus 100% hasil belajar yang sebenarnya ? jawab sendiri wahai pemerintahku.
Sudah tahu dirinya, tidak punya kemampuan untuk menjadi guru, tetapi juga dipaksakan jadi guru honor walaupun tanpa gaji. Yang penting nantinya bisa diangkat jadi PNS. Sikap itulah yang disebut dengan manusia yang tak berkemanusiaan dalam dunia pendidikan.