Tidak jarang petani yang mempunyai lahan pertanian yang berdampingan dengan aktivitas industri pertambangan. Banyak yang mengkhawatirkan bahwa ini bisa menjadi ancaman bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Untuk mencegah hal itu terjadi, maka diperlukan tindakan pemulihan (remediasi) agar lahan yang tercemar dapat digunakan kembali untuk kegiatan bertani secara aman.
Disamping metode remediasi rekayasa fisik dan kimia yang sudah dilakukan, saat ini pemerintah mulai meningkatkan penggunaan tanaman sebagai agensia pembersih lingkungan atau lahan yang tercemar.
Fitoremediasi adalah metode untuk mencuci limbah menggunakan tanaman. Pencucian ini dapat berupa penghancuran, inaktivasi maupun imobilisasi limbah ke bentuk yang tidak berbahaya.
Kemampuan tumbuhan untuk menyerap limbah sangat bervariasi sehingga hanya tumbuhan yang memiliki sifat hiperakumulator pada logam berat spesifik yang digunakan untuk fitoremediasi.
Hiperakumulator adalah kemampuan tanaman menyerap logam melalui akar, kemudian diakumulasi di dalam tubuhnya untuk diolah kembali atau dibuang saat panen. Sehingga tanaman dipanen secara berkala untuk kemudian dimusnahkan.
Tanaman yang dapat digunakan sebagai fitoremediasi adalah tanaman yang mempunyai beberapa sifat seperti: mampu mengkonsumsi air dalam jumlah yang banyak pada waktu yang singkat, mampu meremediasi lebih dari satu polutan, toleran terhadap polutan serta mempunyai pertumbuhan yang cepat.
Adapun jenis tanaman yang dapat digunakan adalah bayam-bayaman, kangkung, gulma (putri malu, beberapa jenis rumputan, gulma perairan), bunga matahari dan azolla.
Sementara logam berat yang bisa diakumulasi oleh tanaman tersebut adalah kadnium (Cd), seng (Zn), kobalt (Co), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), mangan (Mn), nikel (Ni), minyak bumi dan bahan radioaktif.
Beberapa contoh penerapan fitoremediasi lainnya adalah dilakukan dengan metode wet landatau waste water garden. Limbah dialirkan ke kolam penampungan yang ditanami tumbuhan air yang bersifat hiperakumulator (contoh: eceng gondok, kayu apu).
Sistem ini sudah digunakan di beberapa daerah seperti Bali dan pabrik bahan peledak di Tenessee, Amerika Serikat. Bunga matahari digunakan sebagai fitoremediasi untuk menanggulangi cemaran radiasi nuklir pada tanah setelah bencana kebocoran nuklir di Chernobyl, Hiroshima dan Fukushima.
Fitoremediasi merupakan suatu sistem remediasi yang menarik namun masih merupakan teknologi yang sedang berada dalam tahap awal perkembangan. Kemajuan dalam pemahaman berbagai disiplin ilmu, terutama dalam fisiologi tumbuhan dan genetika akan mendorong perkembangan teknologi ini secara lebih cepat.
Sebagai suatu teknologi yang sedang berkembang, fitoremediasi telah menarik banyak pihak termasuk peneliti dan pengusaha. Di Indonesia masalah pencemaran terus dihadapi sesuai dengan kemajuan industri sehingga usaha remediasi serta pencegahan pencemaran perlu diperhatikan.
Fitoremediasi diharapkan dapat memberikan sumbangan yang nyata dan praktis bagi usaha mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan di Indonesia.