Baru – baru ini Indonesia dihadapi oleh masalah baru yaitu mengenai kebakaran hutan yang melanda sebagian besar wilayah di Indonesia terutama di pulau Sumatra dan Kalimantan. Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla terus menerus meluas dan sangat sulit untuk dipadamkan. Akibatnya udara menjadi tercemar oleh kabut asap bahkan asap tersebut menyebar hingga ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Kebakaran hutan sendiri menyebabkan banyak kerugian bagi sebagian besar masyarakat yang tinggal tidak jauh dari kawasan hutan dan lahan yang terbakar. Namun dampak yang sangat dirasa yaitu berkurangnya kualitas udara bersih sampai mencapai batas berbahaya, jadi tidak heran jika sebagian besar masyarakat menderita infeksi saluran pernafasan atas atau ISPA terutama bagi balita dan anak – anak.
Kemarau panjang hingga jauhnya sumber air mengakibatkan semakin meluasnya kebakaran hutan dan lahan. Berdasarkan hasil pengamatan, titik – titik panas yang telah ditemukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berada di Riau, Sumatra Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan juga Kalimantan Selatan. Tentunya sudah banyak pihak yang berupaya untuk memadamkan kebakaran yang telah membakar puluhan ribu hektar di kawasan hutan dan lahan yang ada di Sumatra dan Kalimantan tersebut.
Penyebab Kebakaran Hutan Dan Lahan
Kebakaran yang menyebabkan banyak kerugian tersebut terus diselidiki penyebabnya. Setelah meninjau kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Riau dengan menggunakan helikopter, Kapolri Jendral Tito Karnavian merasa heran sebab tidak melihat lahan sawit dan beberapa tanaman industri terbakar. Hal ini tentu menimbulkan kecurigaan bahwa telah terjadi praktik land clearing dengan cara paling mudah dan murah yaitu dengan pembakaran saat musim kemarau.
Tidak heran jika sampai dengan 16 September 2019, telah ditetapkan sebanyak 185 tersangka dalam kasus pembakaran hutan dan lahan ini. Akan tetapi baru sekitar 4 korporasi saja yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Dari pihak KLHK sendiri diklaim sudah melakukan penyegelan sebanyak 42 perusahaan yang diduga menjadi pencetus pembakaran hutan dan lahan. Lahan yang dimiliki perusahaan tersebut berada di Sumatra Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Bahkan beberapa di antaranya memiliki modal yang berasal dari Malaysia dan Singapura.
Selain itu, menurut Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, El Nino juga ikut mendukung kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia meskipun El Nino dalam kondisi normal. Ditambah kebakaran yang terjadi di Australia juga menyebabkan arah angin dari tenggara menuju barat laut. Udara kering yang berasal dari Malaysia juga ikut mempengaruhi kebakaran hutan di Indonesia.
Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di lima provinsi di Indonesia tentunya memberikan banyak sekali kerugian yang menghalangi segala macam aktivitas warga. Kebakaran yang berlangsung lebih dari dua minggu memberikan dampak kepada warga selama berhari – hari. Banyak warga mengeluhkan mata menjadi pedih serta nafas menjadi sesak. Dan yang paling rentan terkena dampak kabut asap ini adalah balita dan anak – anak sebab mereka banyak menderita ISPA.
Untuk itu sebagian besar sekolah yang terkena kabut asap baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Singapura dan Malaysia meliburkan seluruh siswa hingga kabut asap mereda. Tidak hanya itu saja, kabut asap yang cukup pekat menyebabkan jarak pandang menjadi 100 – 200 meter. Jarak pandang tersebut tentunya sangat berbahaya untuk penerbangan, tidak heran banyak penerbangan mengalami gangguan jadwal keberangkatan.
Penyebab Langit Berwarna Merah Di Jambi
Setelah lebih dari sepekan langit di Sumatra dan Kalimantan tertutupi oleh kabut asap. Dan salah satu dampak dari kebakaran hutan tersebut yaitu berubahnya langit menjadi berwarna merah terutama yang terjadi di Jambi. Kejadian tersebut cukup menghebohkan warga masyarakat sebab sudah tersebar di dunia maya. Fenomena alam tersebut bisa dijelaskan secara ilmiah oleh Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Menurut BMKG menyebut fenomena alam ini dengan istilah hamburan mie atau mie scattering. Dan penyebab langit berwarna merah yaitu adanya debu – debu polutan atau lebih dikenal dengan sebutan jelaga. Jelaga tersebut berukuran sangat kecil dan telah terbang hingga menuju atmosfer. Karena ukurannya yang sangat kecil tersebut, debu polutan sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia.
Saat kejadian langit berwarna merah, kabut asap masih terasa tebal sehingga menyebabkan mata menjadi perih hingga tenggorokan pun menjadi sakit. Sebagian besar warga mengenakan masker meskipun masih ada beberapa di antaranya tidak.
Partikel – partikel debu yang berasal dari pembakaran karhutla memiliki ukuran sekitar 0,7 mikrometer terbang ke atas sampai membentuk selimut atau lapisan asap yang berada di atmosfer. Sedangkan warna merah yang dihasilkan tersebut dikarenakan ukuran partikel tersebut sama dengan panjang gelombang merah yang berasal dari sinar matahari yaitu sekitar 0,7 mikrometer. Ditambah mata manusia hanya mampu melihat di dalam spektrum visible antara 0,4 mikrometer sampai dengan 0,7 mikrometer. Perlu diketahui jika persebaran partikel – partikel yang berukuran 0,7 mikrometer tersebut sangatlah luas. Tidak heran jika warna merah pada langit bisa terlihat hampir di seluruh wilayah Jambi.
Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan alat pengukur debu polutan yang berada di BMKG, ukuran jelaga yang ada di Jambi sangatlah tinggi yaitu sekitar 500 mikrogram per meter kubik. Tidak heran jika jelaga tersebut sangatlah berbahaya dan menyebabkan banyak penyakit terutama ISPA.
Menurut Agus Wibowo Soetarno, selaku Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjelaskan bahwa langit yang berwarna merah juga bisa disebabkan jumlah titik api atau hotspot yang ada sangatlah banyak. Titik api yang ada di Jambi sendiri mencapai 430 dengan validitas di atas 80%. Selain itu asap yang menyelimuti Jambi sangat tebal jika dibandingkan dengan daerah – daerah lain yang sama – sama terkena dampak asap kebakaran.
Kejadian ini bukanlah pertama kalinya di Indonesia. Sebab kejadian serupa pernah terjadi di Palangkaraya tepatnya di tahun 2015. Saat itu, langit Palangkaraya tidak berwarna merah, melainkan berwarna orange. Warna orange disebabkan karena ukuran partikel debu polutan sebagian besar berukuran sangatlah halus dibandingkan dengan ukuran partikel debu yang terdapat di Jambi.
Hal – Hal Yang Harus Dilakukan Untuk Menghindari Dampak Kabut Asap Kebakaran Hutan dan Lahan
Demikian penjelasan mengenai fenomena langit merah yang ada di Jambi. Semoga bisa menambah pengetahuan dan wawasan Anda.