Tak hanya dunia internasional yang memperingati hari Buku Sedunia setiap 23 April. Indonesia juga punya perayaan serupa. Tanggal 17 Mei tiap tahunnya diperingati sebagai hari Buku Nasional.
Ada banyak kisah dan fakta mengiringi peringatan hari Buku di tanah air. Dimulai dari pertama kalinya tercetus perayaan tersebut hingga perkembangan buku dan minat baca di Indonesia.
Pemilihan tanggal 17 Mei sebagai hari Buku Nasional bertalian erat dengan Perpustakaan Nasional. Pasalnya, gedung pertama Perpustakaan Nasional berdiri pada tanggal 17 Mei 1980. Ketika itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef mencanangkan berdirinya Perpusnas pertama di Indonesia yang berlokasi di Jakarta.
Sebelumnya, cikal bakal Perpusnas telah ada sejak zaman kolonial Belanda. Bataviaasch Genootschap didirikan pertama kali pada 24 April 1778. Inilah yang jadi pelopor munculnya Perpusnas sebelum riwayatnya berakhir pada 1950.
Tanggal berdirinya Perpustakaan Nasional menjadi inspirasi tercetusnya hari Buku Nasional. Pada 2002, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kabinet Gotong Royong, Abdul Malik Fajar mencetuskan ide tersebut.
Ditetapkannya hari Buku Nasional adalah upaya pemerintah untuk memacu tingkat literasi pada masyarakat. Ini sekaligus menjadi upaya meningkatkan penjualan buku di tanah air.
BPS mencatat angka penduduk Indonesia di atas usia 15 tahun yang melek huruf pada 2010 mencapai 96,07 persen. Angka sebesar ini menjadikan penduduk tanah air berpotensi menjadi pembaca buku. Namun, kenyataan justru sebaliknya.
Unesco pada 2012 mengkalkulasi bahwa angka minat baca Indonesia hanya 0,001 persen. Jika diumpamakan, dari 1000 orang hanya 1 orang saja yang rajin membaca. Dengan proyeksi total penduduk Indonesia di tahun 2018 berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) BPS mencapai 265 juta jiwa, maka ada 265 ribu orang yang punya minat baca tinggi. Tentu, angka tersebut jelas masih jauh jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.
Dengan jumlah penduduk yang menembus angka 265 juta jiwa, Indonesia sejatinya adalah pasar potensial penjualan buku berbagai tema bacaan meski tingkat minat baca di Indonesia masih rendah. Ini dibuktikan dengan hadirnya ribuan penerbit buku yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) dalam laporannya pada 2015 memuat jumlah penerbit buku dengan total sebesar 1.328. Namun, hanya 54 persen atau 711 penerbit yang hingga kini masih aktif menerbitkan buku. Perlu diketahui, penerbit buku yang masuk dalam kategori aktif ialah yang rutin menerbitkan sedikitnya 10 judul buku dalam setahun.
Selain buku fisik, buku digital atau e-book juga kian dilirik oleh para penerbit mengingat begitu pesatnya adopsi internet di kalangan masyarakat. Meski membawa prospek jangka panjang yang segar dan mengalami pertumbuhan, nyatanya angka penjualannya masih tergolong minim.
IKAPI menulis bahwa penjualan e-book di pasar buku tanah air berkisar kurang dari 2 persen. Meski mendapat 'kue' yang sedikit, hal tersebut tak menyurutkan minat penerbit beralih ke pasar buku digital. Dari 711 penerbit aktif, 20 persen di antaranya mulai merambah e-book.
Membangun kegemaran membaca memang memerlukan kerjasama aktif dari pemerintah, IKAPI, dan masyarakat. Pemberian akses untuk memperoleh buku serta aktif mengampanyekan giat membaca adalah beberapa langkah yang bisa dilakukan bersama demi tumbuhnya minat baca di Indonesia. Namun, membangun kesadaran membaca dari diri sendiri adalah hal terpenting.