Tujuan berpikir secara sinkronik dalam mempelajari sejarah adalah untuk menyelidiki pola, gejala, dan karakter suatu peristiwa pada periode tertentu.
Pendekatan sinkronik ini umumnya digunakan dalam ilmu-ilmu sosial. Namun, cara berpikir sinkronik dalam mempelajari sejarah membatasi kita dalam beberapa hal seperti berikut ini:
Kehilangan Perubahan dan Evolusi
Fokus pada satu titik waktu dapat menyebabkan kelewatannya perubahan dan evolusi seiring waktu, mengurangi pemahaman tentang perkembangan masyarakat, budaya, dan institusi dari satu periode ke periode berikutnya.
Kurangnya Konteks Historis
Berfokus pada satu periode waktu dapat mengakibatkan pengabaian terhadap perkembangan jangka panjang dan sejarah yang lebih luas, sulit untuk memahami akar penyebab dan akibat dari peristiwa sejarah.
Kurangnya Keterkaitan Antarperiode
Pendekatan sinkronik tidak selalu memungkinkan untuk melihat keterkaitan antara periode yang berbeda, bisa mengabaikan hubungan sebab-akibat atau pengaruh dari satu periode terhadap periode lain.
Kurangnya Analisis Dalam
Memahami sejarah secara sinkronik bisa menyebabkan pemahaman yang hanya pada permukaan peristiwa tanpa mengeksplorasi faktor-faktor yang lebih kompleks atau dinamika yang lebih dalam.
Pemisahan dari Aspek Multidimensional
Sejarah melibatkan berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lingkungan. Fokus pada satu periode waktu bisa menyebabkan kehilangan pemahaman tentang interaksi dan pengaruh semua aspek ini terhadap perkembangan sejarah.
Pemusatan pada Tokoh dan Peristiwa Sentral
Fokus pada tokoh-tokoh atau peristiwa sentral dari periode tertentu bisa mengakibatkan pengabaian terhadap kontribusi dan pengalaman kelompok atau individu lain yang mungkin kurang diperhatikan dalam narasi umum.
Untuk mengatasi keterbatasan ini, penting untuk menggabungkan pendekatan sinkronik dengan pendekatan diakronik (memperhatikan perkembangan sejarah dari waktu ke waktu).
Ciri-ciri dari berpikir secara sinkronik adalah: