Selagi kamu ngetik SMS atau caption di media sosial, coba perhatikan keyboard ponselmu. Kecuali kamu pakai ponsel Nokia 3310 yang jadul itu, susunan huruf di keyboard-mu pasti berantakan. A-nya di mana, huruf B-nya di mana. Tak sesuai dengan urutan abjad atau pengelompokan konsonan-vokal. Uniknya tak hanya di HP, hampir semua keyboard di dunia memakai sistem dan susunan huruf yang berantakan itu.
Meski tak sesuai dengan urutan abjad yang terekam dalam kepala, nyatanya kita tetap bisa menemukan di mana tombol N setelah menulis huruf O tanpa perlu berpikir panjang. Nah ternyata ‘berantakannya’ huruf di keyboard ternyata bukan tanpa maksud lho. Bukan karena sengaja dibuat asal-asalan. Untuk yang penasaran, yuk baca ulasan berikut nih.
Mungkin sebagian dari kamu sudah tahu bahwa sistem ketik yang selama ini dipakai di komputer atau gadget–gadget itu, disebut ‘Qwerty‘. Bagi yang baru pertamakali dengar, sistem ini diberi nama Qwerty dari enam huruf pertama yang terletak di baris awal. Sistem Qwerty ini ternyata sudah dipakai sejak era mesin tik pada tahun 1800-an. Jadi sebelum kamu lahir, keyboard Qwerty sudah eksis duluan. Dan terus digunakan sampai sekarang, mulai dari mesin tik, komputer, laptop, hingga ponsel baik yang tombol ataupun touchscreen. Dapat dibilang, Qwerty adalah warisan zaman kuno yang terus dipakai meski sudah zaman modern maupun postmodern.
Seperti yang kita tahu, mesin tik zaman dulu tidak bekerja secara otomatis. Setiap huruf terhubung dengan satu tangkai besi yang ujung permukaannya diukir dengan huruf ABDC hingga Z. Setiap kali tombol ditekan, tangkai besi yang bersangkutan akan memukul permukaan kertas dan menorehkan huruf. Nah, ternyata sistem ini bermasalah dengan sistem ABCD. Karena orang mengetik terlalu cepat, padahal dalam bahasa Inggris banyak kata yang memakai huruf-huruf berdekatan. Akibatnya, tangkai-tangkai besi saling bertemu dan macet di tengah jalan.
Jadi sejatinya ngetik kecepetan ini justru menghambat pekerjaan dengan mesin tik. Untuk menyiasati hal ini pada tahun 1874, Christopher Sholes membuat sistem Qwerty yang bertujuan untuk memperlambat pengetikan. Tentu saja proses mengetik jadi lebih lambat karena tidak sesuai abjad dan huruf yang seringkali dipakai bersamaan terpisah jauh. Cara ini ternyata sukses. Karena itulah keyboard Qwerty terus digunakan hingga saat ini.
Selain masalah teknis dalam mesin tik, penggunaan sistem Qwerty juga diperkirakan berhubungan dengan telegram. Bila sekarang kamu tinggal pakai aplikasi chat atau SMS untuk berkirim pesan, zaman dulu harus memakai telegram yang biayanya ampun-ampunan. Karena itu pesan di telegram selalu singkat dan tanpa basa-basi, apalagi penuh emoticon. Nah telegram yang dikirim memakai alat bernama telegraf ini, ditransmisikan dengan sandi morse. Sebelum dikirim, sandi morse ini harus diterjemahkan ke huruf latin dulu. Dibandingkan sistem ABCD, penulisan keyboard Qwerty lebih sesuai untuk penerjemahan zaman telegram. Maka dari itu penggunaan sistem ABCD semakin ditinggalkan.
Kalau dipikir-pikir dari tahun 1874 sampai saat ini itu waktu yang sangat panjang. Apa iya tidak pernah ada alternatif keyboard lain yang digunakan? Ada. Namanya keyboard Dvorak yang dinamai sesuai penemunya, Dr. August Dovark. Perbedaannya, keyboard Dvorak ini dimulai dengan huruf P di tempat huruf ‘R’ dalam keyboard Qwerty. Katanya, keyboard ini membuat pengetikan lebih cepat lho. Tapi karena Qwerty terlalu kuat mengakar di pasaran, keyboard Dvorak lama-lama juga tenggelam.
Nah sekarang di era Android dan touchscreen, mulai ada alternatif keyboard lain seperti KALQ. Dalam sistem ini, huruf abjad dibagi menjadi dua blok yaitu 16 huruf di kiri dan 12 huruf di kanan. Dengan sistem keyboard ini, kedua tangan bisa bekerja dengan porsi yang sama. Mengetik pun bisa lebih cepat karena jempol bisa bekerja dengan maksimal juga. Keyboard KALQ ini cocok untuk kamu yang tak pernah bisa lepas dari media sosial. Saat ini, keyboard KALQ masih dalam tahap pengembangan. Tapi kita tunggu saja ya apakah keyboard KALQ ini mampu menggeser si Qwerty yang sudah bercokol lebih dari 140 tahun itu.
Kalaupun popularitas Qwerty akhirnya bisa tergeserkan oleh sistem susunan huruf baru, mungkin hal itu tidak akan terjadi dalam waktu singkat. Sekarang otak kita tampaknya sudah terlalu terbiasa dengan sistem Qwerty. Kalaupun sekarang kamu memutuskan untuk berlagak anti-mainstream dan membuat keyboard ABCD sendiri, pasti kamu juga akan bingung juga. “Ini huruf R letaknya di mana???”