Difteri adalah infeksi bakteri pada hidung dan tenggorokan. Meski tidak selalu menimbulkan gejala, penyakit ini biasanya ditandai oleh munculnya selaput abu-abu yang melapisi tenggorokan dan amandel.
Bila tidak ditangani, bakteri difteri bisa mengeluarkan racun yang dapat merusak sejumlah organ, seperti jantung, ginjal, atau otak. Difteri tergolong penyakit menular berbahaya dan berpotensi mengancam jiwa, namun bisa dicegah melalui imunisasi.
Penyebab Difteri
Difteri disebabkan oleh bakteri bernama Corynebacterium diphtheria, yang dapat menyebar dari orang ke orang.
Seseorang bisa tertular difteri bila tidak sengaja menghirup atau menelan percikan air liur yang dikeluarkan penderita saat batuk atau bersin. Penularan juga bisa terjadi melalui benda yang sudah terkontaminasi air liur penderita, seperti gelas atau sendok.
Baca juga: 6 Fakta Medis Bau Mulut, Jangan Dibiarkan karena Bisa Jadi Berbahaya
Difteri dapat dialami oleh siapa saja. Namun, risiko terserang difteri akan lebih tinggi bila tidak mendapat vaksin difteri secara lengkap. Selain itu, difteri juga lebih berisiko terjadi pada orang yang:
Gejala Difteri
Gejala difteri muncul 2 sampai 5 hari setelah seseorang terinfeksi. Meskipun demikian, tidak semua orang yang terinfeksi difteri mengalami gejala. Apabila muncul gejala, biasanya berupa terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel penderita.
Selain muncul lapisan abu-abu di tenggorokan, gejala lain yang dapat muncul meliputi:
Baca juga: 10 Obat Radang Tenggorokan yang Alami dan Ampuh
Cara Mengobati Difteri
Beberapa jenis pengobatan yang dilakukan untuk menangani difteri, antara lain:
Dokter akan memberikan suntikan antiracun (antitoksin) difteri guna melawan racun yang dihasilkan oleh bakteri difteri. Sebelum suntik dilakukan, pasien akan menjalani tes alergi kulit untuk memastikan tidak ada alergi terhadap antitoksin.
Untuk membunuh bakteri difteri dan mengatasi infeksi, dokter akan memberikan antibiotik, seperti penisilin atau erythromycin. Antibiotik perlu dikonsumsi sampai habis sesuai resep dokter, guna memastikan tubuh sudah bebas dari penyakit difteri. Dua hari setelah pemberian antibiotik, umumnya penderita sudah tidak lagi bisa menularkan penyakit difteri.
Penanganan difteri dilakukan di rumah sakit, guna mencegah penularan difteri ke orang lain. Apabila diperlukan, dokter juga akan meresepkan antibiotik pada keluarga pasien.
Bagi pasien yang mengalami sesak napas akibat selaput di tenggorokan yang menghalangi aliran udara, dokter THT akan melakukan prosedur pengangkatan selaput.