Banyak sekali mitos-mitos yang dipercayai oleh orang Jawa. Sebagian besar mitos itu sulit dijelaskan secara ilmiah. Namun, ada yang masuk akal juga sih. Terkadang mitos itu muncul dari kepercayaan leluhur yang masih dipelajari sampai sekarang.
Bagaimana dengan kalian apakah masih banyak mitos yang kalian percayai? Berikut mitos Jawa yang masih kalian dengar di beberapa daerah.
Jika ditanyakan, darimana asal dari mitos yang satu ini? Kebanyakan orangtua menjawab, itu sudah aturan yang lahir dimasa leluhur masih hidup. Banyak masyarakat Jawa juga masih mempercayai aturan tersebut yang kadang menyebabkan sugesti berlebihan. Salah satu contohnya, apabila pasangan anak pertama menikah dengan nomor tiga maka akan mendapat malapetaka dalam keluarga.
Makan di depan rumah atau teras dapat mengurangi rezeki dan juga akan mendapat kesialan. Sebenarnya mitos yang satu ini dapat dipikirkan secara nalar kenapa orang tua melarang kita makan di depan rumah. Hal itu lebih ke sopan santun agar orang yang lewat tidak melihat kita makan di depan rumah.
Banyak masyarakat percaya bahwa pernikahan dibulan sura tidak boleh dilaksanakan karena dipercaya bulan sura adalah bulan khusus untuk Ratu Pantai Selatan mengadakan hajatan. Hal ini pastinya sulit dipahami oleh generasi muda yang tidak mengerti kisah dan cerita leluhur. Selain itu hal ini juga sulit untuk dibuktikan secara nalar.
Ruwatan dilakukan untuk menghindari nasib sial dan biasanya anak tunggal termasuk ke daftar orang yang perlu diruwat. Dengan adanya ruwatan, dipercaya bahwa anak tunggal tersebut akan terhindar dari kesialan sehingga orangtua tidak perlu khawatir berlebihan terhadap anak semata wayangnya.
Setiap kali ayam berkokok mempunyai arti tersendiri yang juga berbeda dengan daerah satu dengan yang lainnya. Misalnya ayam berkokok pada tengah malam yang menandakan ada kematian di daerah tersebut. Jika ayam berkokok pada siang hari, maka akan ada orang hamil di luar nikah dan berkokok pada sore hari artinya akan ada pencurian.
Jika sedang melayat atau melintasi area orang yang baru meninggal, memakai pakaian berwarna merah adalah hal yang terlarang. Jika ditanya kenapa, orangtua menjawab hal itu untuk menghindarkan kita tertular penyakit yang sama. Sebenarnya hal ini bisa kita mengerti sebagai sopan santun agar kita tidak mencolok diantara para pelayat dan keluarga yang berkabung.
Melompati garam yang tersebar dilantai dipercayai dapat membawa penyakit kencing secara terus menerus seharian. Sebenarnya hal ini juga sulit dibuktikan karena tidak ada alasan yang masuk akal dari melompati garam akan kencing terus sepanjang hari.
Rumah yang menghadap ke timur dianggap sebagai rumah yang senang disinggahi oleh makhluk halus. Banyak yang percaya bahwa rumah tersebut akan banyak hantunya dan dipakai sebagai basecamp para hantu. Hal ini juga belum pasti apakah rumah menghadap ke timur berkaitan dengan aturan dari leluhur.
Banyak orang yang tidak mau membeli rumah tusuk sate. Rumah tusuk sate yang dimaksud disini adalah rumah yang langsung menghadap ke jalan lurus atau ditabrak oleh ujung jalan. Hal ini dipercayai bahwa keluarga yang singgah dirumah tusuk sate akan mendapatkan kesialan.
Banyak yang bilang kalau bangun tidur kesiangan dapat menghilangkan rezeki dan menjauhkan jodoh. Hal ini bisa dipikirkan secara nalar bahwa bangun siang memang membuat kita malas, sehingga bekerja juga terasa malas dan bisa jadi kondisi tubuh tak terlihat bagus bagi calon jodoh.
Hal ini juga tidak hanya berlaku untuk masyarakat Jawa saja. Tidur di jam-jam sore sebelum gelap sebenarnya bisa dianggap sebagai larangan yang berkaitan dengan sopan santun. Kita dilarang tidur di waktu menjelang petang untuk menghormati waktu beribadah. Kita bisa bersiap-siap untuk ibadah dan tidak akan melewatkannya.
Dari mitos-mitos di atas, kita boleh menghormati orang-orang yang masih mempercayai tanpa memberi kritikan pedas. Sebagai orang yang juga memiliki kepercayaan lainnya kita sebaiknya mengerti dan memahami apa yang perlu kita hormati dari kepercayaan orang lain. Semoga mitos di atas dapat memberi tambahan wawasan untuk saling menghormati.