Kehidupan masyarakat di Indonesia memang sarat akan mitos, khususnya orang Jawa. Bagi orang Jawa, banyak hal yang dekat dengan kehidupan, yang dipercaya pamali bila dilakukan. Namun nyatanya hal yang dianggap mitos dan pamali ini memiliki sisi logis yang relevan dengan realitasnya.
Mitos sebenarnya disebar untuk hal-hal yang baik, tidak menyesatkan. Apa saja sih mitos jawa yang sering kita dengar itu?
Orang-orang masa lampau, khususnya perempuan, menyukai pria mukanya yang bersih dari brewok. Mitos ini dibuat untuk ‘menakut-nakuti’ perempuan agar mereka menyapu dengan sungguh-sungguh, tak ada kotoran atau debu yang tersisa. Brewok, pada masa itu, melambangkan hal-hal yang belum bersih. Jadi kalau kamu malas membersihkan rumah, kamu juga bakal dapat cowok yang malas membersihkan badan juga.
Pemikiran ini sebenarnya berkembang untuk mendidik perempuan agar berlaku sopan. Sebab, duduk di depan pintu adalah hal yang kurang sopan, karena secara langsung menghalang-halangi orang untuk masuk atau keluar dari ruangan.
Mitos ini berkembang dengan maksud yang baik. Tutup piring diciptakan bukan dipakai untuk makan. Pemahaman ini bermaksud mengembalikan peran barang sesuai dengan fungsinya. Bayangkan, kalau kamu makan dengan tutup piring, pasti menjadi belepotan dan tak karuan. Sebab, tutup piring didesain bukan untuk wadah makanan.
Sama seperti mitos tutup piring, mitos ini berkembang sebagai upaya mengembalikan fungsi barang. Bantal mulanya memang dibuat untuk kepala, bukan untuk kaki atau bagian tubuh lain. Kalau diinjak atau diduduki, bantal jadi kotor, kepala pun ikut kotor saat bantal itu dipakai.
Sayap ayam mengandung banyak lemak. Dikhawatirkan, remaja, yang hormonnya sedang tak stabil akan jerawatan setelah makan sayap ayam terlalu banyak. Itulah yang dimaksud jauh dari jodoh. Kalau kulit muka tak bersih, gadis dianggap sulit dapat pacar. Namun lagi-lagi ini hanya soal pemahaman.
Orang pada dasarnya memang takut setan. Karenanya, mitos ini dibuat agar orang tak bersiul kala malam hari. Sebab, dapat mengganggu tetangga sekitarnya. Apalagi di desa suasanannya amat sunyi saat malam. Jadi bersiul akan mengganggu istirahat seseorang. Hal ini juga berhubungan dengan asas kesopanan.
Sebenarnya mitos ini dibuat untuk menghindari agar tangan orang tak terluka saat memotong kuku malam-malam. Apalagi zaman dulu belum ada penerangan listrik. Saat malam gelap, bisa-bisa bukan kuku yang terpotong, tapi tangan yang tergores.
Orang zaman dulu, apalagi anak-anak, sangat takut dengan wewe gombel yang kabarnya suka menculik. Mitos ini dibuat agar anak-anak tak keluar kala magrib. Sebab, magrib adalah waktunya orang beribadah atau istirahat dari aktivitas seharian. Magrib juga jadi waktu untuk berkumpul bersama keluarga. Itulah sebabnya mengapa mitos ini dibuat dan berkembang di tengah masyarakat.
Sebenarnya alasannya cukup logis. Pakaian berwarna hijau atau biru jadi terlihat samar ketika orang mengenakannya di pantai. Ditakutkan, jika ada ombak besar menghantam dan orang tersebut terseret gelombang, tim SAR kesulitan menolong korban karena warna pakaiannya hampir sama dengan warna laut.
Lagi-lagi alasan logis dari mitos ini adalah soal asas kesopanan. Orang Indonesia, khususnya orang Jawa, amat menjunjung nilai kesopanan. Menurut mereka, tak sopan bila mendahului orang tua makan. Mitos ini mendidik anak-anak untuk menghargai orang yang lebih tua.
Orang dulu percaya kalau makan sambil tiduran bisa jadi ular. Alasan logisnya tentu soal pencernaan. Makan sambil tiduran tak baik untuk pencernaan dan bisa membuat orang sakit. Karena itu, mitos tersebut dibuat untuk menakut-nakuti orang zaman dulu.
Jadi, kamu gak perlu anti sama pamali. Hal-hal tersebut bisa jadi memang buat kebaikanmu sendiri.