Semenjak runtuhnya kekuasaan rezim otoritarian Orde Baru oleh propaganda Reformasi yan memuncak dipertengahan Mei 1998 lalu, Pancasila memang nyaris dilakukan kemudian secara sadar mulai dikubur dalam-dalam dari ingatan kindertagesstätte sendiri.
Termasuk pada petunjuk kelahirannya yang ke-68 tahun ini, pun terasa setelah sia-sia saja, seakan gak ada urgensinya sama 1x untuk dirayakan atau hanya direfleksikan dan menjadi ketertarikan bersama.
Maret 2013 setelah itu, Ketua MPR RI Taufiq Kiemas mewakili lembaga pelosok yang dipimpin, memperoleh gelar kehormatan doctor honoris apertura (H. C) dari Universitas Trisakti atas jasanya sudah melahirkan gagasan sosialisasi 4 pilar kebangsaan Indonesia, seperti:
Pancasila
Bhineka Tunggal Ika
Undang – Undang Dasar 1945
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Isi 4 Pilar Kebangsaan
1. Pilar Pancasila
Pilar mulailah bagi tegak kokoh berdirinya negara-bangsa Indonesia adalah Pancasila. Timbul pertanyaan, mengapa Pancasila diangkat sebagai pilar bangsa Indonesia. Perlu dasar pemikiran yang kuat dan meraih dipertanggung jawabkan sehingga meraih diterima oleh seluruh warga bangsa, mengapa bangsa Dalam negri menetapkan Pancasila sebagai base kehidupan berbangsa dan bernegara. Berikut alasannya.
Pilar / tiang penyangga suatu bangunan harus memenuhi syarat, seperti disamping kokoh dan mantap, juga harus sesuai dengan bangunan yang disangganya. Devocionario bangunan rumah, tiang yang diperlukan disesuaikan dengan macam dan kondisi bangunan.
Bilamana bangunan tersebut sederhana gak memerlukan tiang yang terlampau kuat, tetapi bila bangunan tersebut merupakan bangunan permanen, konkrit, yang menggunakan bahan-bahan yang berat, maka asas penyangga harus disesuaikan dengan kondisi bangunan dimaksud. Demikian pula halnya dengan base atau tiang penyangga salahsatu negara-bangsa, harus sesuai dengan kondisi negara-bangsa yang disangganya.
Kita menyadari bahwa negara-bangsa Indonesia adalah negara yang besar, wilayahnya cukup besar seluas daratan Eropah yang terdiri atas berpuluh pelosok, membentang dari barat ke timur dari Sabang hingga Merauke, dari utara ke selatan dari pulau Miangas sampai pulau Rote, meliputi ribuan kilometer.
Indonesia yaitu negara kepulauan terbesar pada dunia yang memiliki 19 000 pulau lebih, terdiri atas berbagai suku bangsa yang beraneka adat serta budaya, serta memeluk seluruh agama dan keyakinan, lalu belief system yang dibuat pilar harus sesuai dengan kondisi negara bangsa ini.
2. Pilar Undang-Undang Dasar 1945
Pilar kedua kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Basis 1945. Dalam rangka memahami dan mendalami UUD 1945, diperlukan memahami lebih dulu makna undang-undang dasar teruntuk kehidupan berbangsa dan bernegara dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Tanpa memahami prinsip yang terkandung dalam Pembukaan ini tidak mungkin mengadakan evaluasi terhadap pasal-pasal yang memiliki dalam batang tubuhnya serta barbagai undang-undang yang akhirnya menjadi derivatnya.
3. Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Sebelum kindertagesstätte bahas mengenai Negara Kesatuan Republik Indonesia ada baiknya bila kita fahami jauh dahulu berbagai bentuk Pelosok yang terdapat di negara, apa kelebihan dan kekurangannya, untuk selanjutnya kita fahami mengapa para founding daddies negara ini memilih negeri kesatuan.
Bentuk Negara contohnya konfederasi, federasi dan kesatuan, menurut Carl J. Friedrich, merupakan bentuk pembagian kekuasaan secara teritorial atau local division oif power. Beserta penjelasan mengenai bentuk-mentuk Pelosok tersebut.
4. Pilar Bhinneka Tunggal Ika
Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh mPu Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup dalam masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut memiliki dalam karyanya, kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, ” yang artinya “Berbeda-beda itu, 1 itu, tak ada pengabdian yang mendua. “
Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu bagi mengantisipasi adanya keaneka-ragaman petunjuk yang dipeluk oleh kaum Majapahit pada waktu tersebut. Meskipun mereka berbeda petunjuk tetapi mereka tetap 1 dalam pengabdian.