Adil secara harfiyah bermakna sama. Menurut kamus Bahasa Indonesia, adil berarti sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, berpegang kepada kebenaran dan yang sepatutnya.
Dalam kontek pengertian tersebut, menjadi guru yang adil berarti guru harus berpandangan bahwa semua anak didik mempunyai kedudukan yang sama di hadapannya. Secara umum memperlakukan mereka sama dan tidak membeda-bedakan. Guru hanya berpihak kepada kepentingan dan kebutuhan anak didik, bagaimana memberikan "sesuatu" yang bermanfaat bagi kehidupan mereka kelak. Guru harus berpegang teguh kepada kebenaran dan bertindak atas dasar kepatutan dan kepantasan. Sebagaimana pepatah dalam bahasa jawa, guru tidak boleh berlaku "Mban cinde mban siladan". Maksud dari ungkapan ini adalah, menjadi guru yang adil berarti guru tidak sepantasnya memperlakukan satu atau beberapa anak didik secara istimewa dan terhadap yang lainnya biasa-biasa saja bahkan cenderung tidak memberikan perhatian.
Dari banyaknya etimologi dan terminologi tentang adil dapat disimpulkan, sekurang-kurangnya ada tiga hakikat keadilan. Ketiganya adalah :
Agar menjadi guru yang adil, setiap guru hendaknya mengimplementasikan 3 hakikat keadilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari pada saat bersinggungan dengan anak didik.Implentasi Adil Dalam Proses Menjadi Guru Yang Adil
Keadilan tidak hanya harus ditegakkan dalam dunia hukum dan pemerintahan. Keadilan dapat ditegakberdirikan di mana saja, tak terkecuali dalam dunia pendidikan. Dan dalam dunia pendidikan, salah satu pilar penegak keadilan adalah guru. Maka, menjadi guru yang adil adalah sebuah keniscayaan.
Agar dapat menjadi guru yang adil maka tiga hakikat keadilan sebagaimana yang tersebut sebelumnya harus diimplementasikan dalam proses pembelajaran dengan anak didik.
1. Perlakukan yang sama
Anak didik mempunyai hak diperlakukan sama oleh guru. Oleh karenanya guru harus bertindak dengan tidak membedakan di antara anak didiknya dalam hal kesempatan mendapatkan ilmu. Laki-laki atau prempuan, kaya atau miskin, sempurna atau berkebutuhan khusus, kota atau desa, dan sebagainya mempunyai hak yang sama dalam hal mendapatkan memperoleh pembelajaran yang maksimal dari guru.
Termasuk dalam kontek ini, guru harus tidak membeda-bedakan asal usul suku, ras, agama dan golongan anak didik. Apapun warna kulitnya, berasal dari suku dan ras apapun mereka, mempunyai keyakinan dan agama apapun yang dianut serta dari golongan manapun, anak didik berhak mendapat pembelajaran apapun dari guru tanpa pengecualian.Untuk menjadi guru yang adil maka langkah pertama adalah memberikan pembelajaran kepada seluruh siswa tanpa kecuali dengan kualitas yang sama.
2. Adil dalam keseimbangan
Proses pembelajaran bertujuan menghasilkan output yang sebaik-baiknya. Siapapun anak didik yang terlibat dalam proses pembelajaran diharapkan menjadi lulusan yang berkualitas. Dalam kontek inilah, adil dalam keseimbangan dapat diterapkan oleh guru yang ingin menjadi guru yang adil.
Anak didik tidak mempunyai kecerdasan yang sama. Masing-masing dari mereka memiliki tingkat kecerdasan dan daya tangkap yang bervariasi. Bahkan di antara mereka ada anak yang tergolong berkebutuhan khusus. Terhadap mereka, tentu guru harus memberikan "perlakuan khusus".
Kepada anak didik yang mempunyai daya tangkap dan kecerdasan rendah, siapapun yang ingin menjadi guru yang adil, maka ia harus memberikan perhatian lebih dan memberikan pembelajaran dengan intensitas dan kualitas yang lebih pula. Mereka harus diperlakukan "berbeda" dengan anak-anak yang berkecerdasan tinggi. Demikian juga terhadap anak-anak berkebutuhan khusus. Dibutuhkan kesabaran, ketelatenan dan keuletan yang cukup dalam memberikan pembelajaran kepada mereka.
3. Adil dalam hak-hak individu
Anak didik diciptakan Allah dengan segala keberbedaan antara satu dan yang lainnya. Mereka mempunyai potensi, bakat, minat dan kecenderungan yang berbeda. Tentu saja dalam kontek ini, hak-hak yang harus mereka dapatkan menjadi berbeda. Oleh karenanya, guru (baca:sekolah/madrasah) sesuai kemampuan harus dapat memfasilitasi segala keberbedaan yang dimiliki anak didik.Dengan memberikan fasilitas yang memadai maka anak didik akan berkembang sesuai dengan potensi, bakat, minat dan kecenderungan mereka. Mengarahkan anak didik agar berkembang namun tidak sesuai dengan potensi, bakat, minat dan kecenderungan merupakan tindakan memaksakan kehendak dan tindakan ketidakadilan.
Untuk anak didik SLTA, memberikan banyak pilihan jurusan adalah bentuk keadilan dalam kontek ini. Anak didik diberi kebebasan untuk memilih jurusan sesuai potensi yang dimiliki adalah tindakan adil. Guru memberikan bimbingan secukupnya agar anak didik tepat dalam jalur potensi yang dimiliki.
Demikian artikel tentang menjadi guru yang adil. Pertanyaannya, apakah kita para guru sudah menjadi guru yang adil bagi anak didik?
BACA JUGA :
Karakteristik Guru Masa Kini dan Masa Depan, Benarkah Demikian ?
Susahnya Jadi Guru Honorer. Kerja Keras Terus Dilakukan Meski Upah Tak Berimbang